Dapur Umum ABADI Layani Pengungsi Gempa Sulbar

Dapur Umum ABADI Layani Pengungsi Gempa Sulbar

Bantuan untuk penyintas gempa Sulawesi Barat dari donatur Abadi, disalurkan melalui dapur umum di pengungsian Mamuju dan Majene.

Infoabadi.org – Alhamdulillah, bantuan dapur umum Abadi terus melayani kebutuhan pangan pengungsi gempa Sulbar di Kabupaten Mamuju dan Majene.

Hingga pekan kedua sejak gempa, Abadi telah membuka dua dapur umum. Pertama di Kecamatan Malunda, Majene dan di Jalan Soekarno Hatta, BTN Andalusia, Mamuju.

https://infoabadi.org/wp-content/uploads/2021/01/WhatsApp-Image-2021-01-25-at-07.57.02.jpeg
Bantuan dapur umum Abadi untuk pengungsi di Majene, Sulawesi Barat. (Dok. Abadi)

Dalam sehari, dapur umum Abadi menyediakan kurang lebih 250 paket makananan yang dibagikan kepada pengungsi juga relawan.

Dengan kondisi yang belum pulih pasca gempa, dapur umum menjadi andalan para penyintas untuk bertahan hidup. Bukan hanya yang di pengungsian, tapi juga masyarakat yang terisolir.

Antar Makanan untuk Pengungsi Terisolir

“Kita juga antarkan makanan untuk pengungsi yang terisolir di kaki-kaki gunung” kata Raihana, tim Abadi yang turun langsung ke lokasi pengungsian.

https://infoabadi.org/wp-content/uploads/2021/01/WhatsApp-Image-2021-01-22-at-12.14.54-1.jpeg
Raihan Tim Abadi yang turun langsung ke dapur umum gempa Sulbar. (Dok. Abadi)

“Bantuan dari donatur sangat bermanfaat di sini. Banyak masyarakat yang terisolir sehingga kesulitan mendapatkan bahan makanan. Kita sengaja memilih Desa Makata karena wilayah ini merupakan pusat gempa, dan banyak yang membutuhkan bantuan …” tambah Raihana.

Dalam distribusi bantuan, tim Abadi bekerja sama dengan sejumlah relawan dan komunitas pemuda di Sulawesi Barat untuk menjalankan misi kemanusiaan tersebut.

https://infoabadi.org/wp-content/uploads/2021/01/WhatsApp-Image-2021-01-25-at-08.01.10.jpeg
Relawan penyalur bantuan gempa Sulawesi Barat. (Dok. Abadi)

 

Baca juga : Suka Cita Sekolah Pedalaman Lombok Terima Bantuan Pendidikan

 

Bantuan Gempa Sulawesi Barat

Sahabat Abadi, setelah melalui hari-hari di lokasi bencana, kami semakin yakin bahwa saudara-saudara kita di Mamuju dan Majene butuh dikuatkan.

Maka dari itu, kami tidak bosan untuk mengajakmu bergotong-royong meringankan kebutuhan para penyintas gempa dengan sebaik-baik dukungan. (history/abadi)

Mari donasi terbaik untuk penyintas gempa Sulbar melalui:

Bank Syariah Mandiri
(451) 711 7976 337
a.n. Amal Bakti Dunia Islam

Mohon konfirmasi donasi melalui:
Call Center: 0878 6455 6406

Banjir Terjang 15 Kabupaten di Jawa Timur, Madiun Paling Parah

Banjir Terjang 15 Kabupaten di Jawa Timur, Madiun Paling Parah

Abadi, Jawa Timur – Sejak beberapa hari terakhir, hujan deras terus mengguyur wilayah Jawa Timur.  Akibatnya, bencana banjir merendam jalan, ladang, hingga  rumah-rumah warga. Bukan satu atau dua wilayah saja, melainkan lima belas kabupaten. Madiun menjadi kabupaten terdampak paling parah.

Terdapat delapan kecamatan dan tiga puluh sembilan desa di Madiun yang digenangi air banjir akibat dari meluapnya sungai Jeroan, anak sugai Madiun.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak 12.495 Kepala Keluarga terkena dampak banjir di 15 kabupaten. Di Kabupaten Probolinggo, satu orang meninggal dunia dan satu lainnya terluka akibat serbuan angin puting beliung yang terjadi di sela-sela hujan deras.

Banjir Hari Ini
Susasana jalan tol Trans Jawa ruas Ngawi-Kertosono pada KM 603-604 yang terendam banjir di Desa Glonggong, Balerejo, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Kamis, 7 Maret 2019. (Sumber: ANTARA News)

“Hujan deras telah menyebabkan banjir melanda 15 kabupaten karena sungai-sungai dan drainase yang ada tidak mampu mengalirkan aliran permukaan sehingga banjir merendam di banyak tempat. Data sementara, banjir menyebabkan lebih dari 12.495 KK terdampak,” kata Sutopo Purwo Nugroho selaku Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB dalam keterangan resminya, Kamis, 7 Maret 2019.

 

Baca juga: Sejak Gempa Mengguncang, Warga Solok Tak Berani Kembali Ke Rumah

 

Sedangkan 14 kabupaten lain yang terdampak banjir meliputi Ngawi, Magetan, Sidoarjo, Kediri, Bojonegoro, Tuban, Probolinggo, Gresik, Pacitan, Trenggalek, Ponorogo, Lamongan, dan Blitar.

Info Jatim
Kondisi banjir yang melanda di Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun, Kamis (7/3/2010). (Sumber: Surabaya Tribun News)

Ketinggian air di tiap kabupaten berbeda, mulai dari 20 hingga 200 sentimeter. Sebagian warga sudah mulai mengungsi  karena dikhawatirkan air akan semakin naik dan merendam rumah mereka seutuhnya.  Sementara itu, dua unit rumah di kabupaten Madiun mengalami kerusakan yang cukup berat. Sawah, ladang, hingga hewan ternak milik warga juga turut terdampak.

Sutopo mengatakan, potensi curah hujan tinggi juga masih akan terjadi di sejumlah daerah di antaranya Bali, NTB, NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua dan Papua Barat. (history/abadi)

Sumber: Detiknews, Tribunjogja

Sejak Gempa Mengguncang, Warga Solok Tak Berani Kembali ke Rumah

Sejak Gempa Mengguncang, Warga Solok Tak Berani Kembali ke Rumah

Abadi, Solok – Gempa yang tiba-tiba mengguncang Kabupaten Solok, Sumatera Barat Kamis (28/2) tengah malam membuat warga Solok Selatan berhamburan menyelamatkan diri keluar rumah. Warga semakin takut saat gempa besar yang kedua terjadi pagi harinya. Tak seperti saat gempa pertama terjadi, kali ini warga tak berani kembali ke rumahnya.

“Kami sudah nggak berani masuk rumah, karena sampai malam ini terasa gempa susulan. Jadi nggak berani. Takut menjadi korban,” jelas Emi Susnawati, salah seorang warga korban gempa di Jorong Koto Sungai Kunyit Kecamatan Sangir Balai Janggo, Kabupaten Solok Selatan.

Rumah-rumah yang awalnya hanya retak mulai rubuh di beberapa bagiannya. Sedangkan rumah yang mulanya baik-baik saja mulai terlihat retakan-retakan halus yang rawan.

“Gempanya mengentak. Pas pagi tadi agak diayun dan sepertinya tadi malam sudah ada (rumah) yang retak. Jadi pas paginya banyak yang roboh,” tutur Emi.

Baca juga: Dari Palestina untuk Korban Bencana Gempa Lombok

Warga terpaksa melalui malam yang dingin dan angin yang kencang di tempat terbuka. Hingga saat ini, sejumlah warga masih bertahan tinggal di tenda-tenda beratap terpal tanpa adanya dinding penghalang.

Bantuan logistik pun belum banyak diterima warga baik dari pemerintah daerah atau pun dari pihak swasta. Warga bertahan hidup dari bantuan donatur lokal, dan umbi-umbian yang di tanam di kebun sekeliling pengungsian.

Tercatat dua gempa mengguncang Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat pada Kamis, 28 Februari 2018 dengan masing-masing bermagnitudo 4,8 pada pukul 01.55 dengan kedalaman 11 kilometer dan magnitudo 5,3 dengan kedalaman 10 kilometer pada pukul 06.27.

Setidaknnya 48 orang terluka dalam peristiwa tersebut. Korban pada umumnya mengalami luka di kepala akibat tertimpa reruntuhan bangunan. Sejumah pasien bahkan meminta perawatan dilakukan di ruangan terbuka karena takut terjadi gempa susulan.Selain itu, sebanyak 343 unit rumah warga rusak dengan tingkat kerusakan yang beragam. (history/abadi)

Sumber: Detiknews

Mama Ato Dedikasikan Rumah dari Abadi sebagai Tempat Belajar Alquran

Mama Ato Dedikasikan Rumah dari Abadi sebagai Tempat Belajar Alquran

ABADI, Palu – Berikhtiar membantu korban gempa Sulawesi Tengah  untuk kembali bangkit, Abadi membangun sebuah hunian untuk Mama Ato, seorang guru ngaji yang dikenal berjasa besar mengajarkan Alquran kepada warga sekitar. Tak langsung menerimanya, Mama Ato justru menghibahkan kembali bangunan hunian tersebut kepada warga untuk dijadikan musala dan rumah belajar Alquran.

“Ibu, huntara di desa ini baru ada satu, kami sangat bersyukur bisa mendapat bantuan karena selama ini belum ada bantuan yang kami terima. Bahkan kami tidak tahu kami di desa ini terdata sebagai korban atau tidak. “ ungkap Mama Ato kepada Umi Raihana, salah satu relawan Abadi.

Gempa Palu
Pada mulanya, Abadi berencana membuat sebuah hunian untuk Mama Ato, namun ia menghibahkan kembali hunian tersebut untuk dijadikan rumah belajar Alquran bagi warga.

Beliau kembali berujar, “Ibu , Huntara yang diberikan kepada kami, akan kami hibahkan lagi untuk umat, untuk saudara-saudara kami yang lain. Sebagai tempat bersama, tempat kita belajar bersama,..”

 

Baca juga: Abadi Kembalikan Tawa Anak-Anak Korban Gempa Palu

 

Lantas Mama Ato tinggal di mana?  Selama empat bulan terakhir, beliau dan keluarga tinggal dalam sebuah rumah berdinding terpal dan beratap bambu yang ditutupi daun kering. Keterbatasan ekonomi membuat Mama Ato dan keluarga tak mampu membangun kembali  rumahnya.

Gempa Bumi
Rumah yang ditinggali Mamah Ato dan keluarga (ujung kanan), sejak gempa Donggala menghancurkan rumahnya empat bulan lalu. (Dok. Abadi)

Menurut penuturan Umi Raihana, sejak kejadian gempa  masyararakat sekitar Desa Saloya, Kec.Sindue, Kab.Donggala. memeilki semangat baru untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa, termasuk dengan giat belajar membaca Alquran.

Perjalanan berjam-jam menuju Desa Seloya kami lalui di tengah jalan berdebu dan dipenuhi pemandangan reruntuhan bangunan di sekitar. Rasa miris dan pilu masih riuh dalam hati seolah masih tak percaya dengan apa yang telah menimpa saudara-saudara kita di Donggala.

Donggala

Tak mampu bangun kembali rumahnya yang rusak, sejumlah warga terpaksa tinggal di reruntuhan bangunan.(Dok. Abadi)

Empat bulan pasca gempa, tsunami dan likuifaksi melanda Palu, Donggala dan sekitarnya, masih belum terlihat banyak perubahan. Tenda-tenda pengungsian masih berjejer hampir di setiap sudut wilayah. Belum lagi reruntuhan bangunan yang hanya digeser sampai bahu jalan agar tak menghalangi kendaraan yang berlalu-lalang.

Palu belum mampu bangkit sendiri. Dukungan dan uluran tangan saudara-saudaranya masih sangat dibutuhkan. terbaik.(history/abadi)

Rekening donasi:

Salurkan donasi terbaikmu melalui:

Bank Syariah Mandiri

711.7976.337 a.n. Amal Bakti Dunia Islam

Narahubung: 087 8455 6406

Hadang Banjir Selamatkan Cucu, Nenek Nurjanna Akhirnya Menembuskan Napas Terakhir

Hadang Banjir Selamatkan Cucu, Nenek Nurjanna Akhirnya Menembuskan Napas Terakhir

Berjam-jam, Nenek Nurjanna dan cucunya bertahan melawan arus deras banjir bandang yang melanda Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa pada Selasa (22/1/2019). (Sumber: Istimewa)

Nenek Nurjanna Djalil akhirnya menghembuskan napas terakhirnya pada Rabu (23/1/2019) sore di  Rumah Sakit Syekh Yusuf. Sebelumnya, kondisi nenek tersebut terlihat lemah setelah berjam-jam bertahan pada sebuah pohon, melawan derasnya arus banjir demi menyelamatkan sang cucu tercinta.

Foto Nenek Nurjanna yang tengah berpegangan erat pada sebuah pohon sembari menggendong cucunya, Waliziab Muhammad Nur (2) sempat membuat haru masyarakat Indonesia, terutama di  jejaring media sosial.

Rasa takut jelas terpancar dari raut wajah perempuan paruh baya itu. Begitu pun dengan sang cucu yang terlihat menangis ketakutan.

Baca juga: Gempa, Longsor, dan Banjir Melanda Bumi Pertiwi pada Saat yang Sama

 

Nurfardiansyah, menantu Nenek Nurjanna  menyebutkan, ketinggian air pada saat banjir bandang menerjang rumahnya di Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa pada Selasa (22/1/2019) mencapai leher orang dewasa.

Semakin lama, air ternyata semakin tinggi hingga mencapai atap rumah, hingga Nenek Nurjanna akhirnya ia berpegang pada sebatang pohon. Tak sedikit pun ia melonggarakan dekapannya pada sang cucu.

Arus yang kian deras kemudian dengan mudahnya menyeret tubuh sang nenek dan cucunya itu. Beruntunglah sebilah ranting dapat menahan mereka terseret jauh.

Tiga jam bertahan, pertolongan warga pun akhirnyadatang. Kondisi Nenek Nurjanna yang sangat lemah mengharuskan ia dilarikan ke sebuah klinik. Tiga jam mendapat perawatan, dokter mengizinkannya untuk pulang.

Tak semakin membaik, kondisinya justru semakin lemah dan memprihatinkan. Rabu (23/1/2019) sore, keluarganya akhirnya membawa sang nenek ke Rumah Sakit Syekh Yusuf, Kabupaten Gowa.

Namun perawatan berteknologi tinggi sekalipun tak mampu melawan kuasa Sang Pencipta. Allah memanggil Nenek Nurjanna tepat satu jam setelah ia mendapat perawatan di rumah sakit.

 

 “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (At-Taghabun: 11).

Sesungguhnya kesabaran yang sejati dari seorang hamba, yang dengannya Allah karuniakan petunjuk dan pahala, yakni kesabaran yang tampak ketika datang sebuah musibah. Maka berhusnuzhan-lah atas segala ketetapan-Nya. Insya Allah, kepedihan di dunia akan diganti dengan kebaikan berlipat ganda. (history/abadi)

 

 

Tak Kuasa Tahan Dingin, 15 Anak di Suriah Meregang Nyawa

Tak Kuasa Tahan Dingin, 15 Anak di Suriah Meregang Nyawa

Ilustrasi: Aljazeera

ABADI, Palestina Dingin yang datang menggelimuni Suriah sejak November 2018 lalu belum juga mau beranjak, bahkan kini terdapat bongkahan es tebal yang menutupi setiap sudut wilayah. Akibatnya tak main-main, sebanyak 15 anak pengungsian meninggal akibat tak kuasa menahan dingin yang menggigil.

Dalam pernyataannya, UNICEF menyebut, delapan dari 15 korban meninggal di Rukban, kamp pengungsian di tenggara Suriah dan tujuh lainnya meregang nyawa saat mengungsi dari wilayah Hajin. Sebagian besar dari mereka adalah bayi di bawah usia empat bulan.

Baca juga: Potret Keluarga Mahmud Hadapi Musim Dingin yang Mengerikan

“Suhu beku dan kehidupan yang keras di Rukban semakin membahayakan kehidupan anak-anak. Hanya dalam satu bulan, setidaknya delapan anak meninggal,” ujar Direktur Regional UNICEF, Geert Cappelaere, dikutip dari AFP, Selasa (15/1/2019).

Konflik yang menerpa Suriah sejak 2011 lalu mengakibatkan ribuan penduduknya mengungsi ke berbagai wilayah termasuk Yordan dan Libanon. Ada pula mereka yang memilih bertahan di tenda-tenda pengungsian di perbatasan.

Pantasalah saja jika mereka kedinginan, pengungsian tak lebih dari sekedar terpal-terpal dan rangkaian kayu tipis yang tak mampu melindungi mereka dari dingin. Saju tebal pun, tak…. menutupi setiap sudut pengungsian.

Baca juga: Air Tercemar Limbah Menjadi Penyebab Utama Kematian di Gaza

Kondisi akan semakin sulit saat hujan datang. Kondisi lingkungan kamp yang tidak mampu menampung derasnya hujan mengakibatkan genangan-genangan luas menutupi sepanang jalan kamp. Belum lagi, dari dalam tenda-tenda terpal kamp pengungsian itu, tidak ada pakaian tebal yang mumpuni untuk menghalau rasa dingin.

Suhu yang kian menurun tak disertai dengan suplai pangan dan perlengkapan musim dingin yang memadai, acapkali membuat para penyintas konflik tersebut rentan terhadap berbagai macam penyakit.

Jangan biarkan korban semakin bertambah. Bisa jadi, semua ini terjadi karena kita yang kadang abai terhadap kondisi saudara sendiri. (history/abadi)

Sumber: As-Sharq Al-Awsat

3600 Gempa Guncang Nusa Tenggara Barat Selama 2018

3600 Gempa Guncang Nusa Tenggara Barat Selama 2018

ABADI, Lombok – Masih teringat di ingatan ketika kita semua dikagetkan dengan ratusan gempa yang mengguncangkan bumi seribu masjid, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Indonesia diguncang 11.577 gempa bumi sepanjang 2018, dan 30 persen dari jumlah gempa terjadi terjadi di wilayah NTB.

Gempa Nusa Tenggara Barat
Selembar foto di reruntuhan bangunan terdampak gempa bumi di Desa Jeringo, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, NTB, Rabu, 22 Agustus 2018. (Sumber: ANTARA/Ahmad Subaidi)

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat sebanyak 3.699 gempa bumi telah terjadi wilayah NTB selama tahun 2018.

“Tentunya jumlah gempa ini signifikan sekali. Hampir tiga kali lipat dari tahun lalu. Utamanya disebabkan oleh peristiwa gempa yang terjadi pada Juli-Agustus lalu,” ujar Agus Riyanto, Kepala BMKG Mataram dalam Nasional Kompas.

Baca juga: Ikhtiar Abadi Bangun Masjid Permanen untuk Masyarakat Santong

Agus Riyanto mengatakan, gempa beruntun di NTB merupakan peristiwa langka di bumi ini.Tak hanya gempa, tsunami kecil pun sempat terjadi di sejumlah pantai di NTB.

Peristiwa tersebut tentu menjadi peristiwa pilu yang mungkin sulit dilupakan masyarakat Lombok khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Bagaimana bisa dilupa, sanak-saudara …. dalam waktu yang tak jauh beda. Begitu juga dengan harta benda, tak ada yang tersisa kecuali hanya puing bangunan yang porak poranda. Tercatat sebanyak 564 jiwa meninggal dunia, dan 216 ribu rumah rusak di tujuh kabupaten kota di NTB.

Wilayah yang diapit dua generator sumber gempa, yakni zona pertemuan Lempeng Indo Australia dengan lempeng Eurasia dan Sesar Naik Belakang Busur Flores  menjadikan NTB memilki potensi gempa yang lebih sering disbanding wilayah lain.

Alih Profesi Warga Hingga Lamanya Proses Pembangunan

Rangkaian gempa yang  terjadi di NTB pada Juli-Agustus 2018 lalu, memberikan dampak yang besar untuk masyarakat yang, contohnya untuk mata pencaharian warga di sekitar jalur pendakian Rinjani.

Ditutupnya jalur pendakian melalui Sembalun yang rusak akibat gempa, mengakibatkan warga di sekitar desa yang dulu bekerja sebagai porter terpaksa harus mencari pekerjaan lain. Belum diketahui kapan pendakian akan dibuka kembali, oleh pihak Taman Nasional Gunung Rinjani.

Baca juga: Sutopo Purwo Nugroho: Jangan Lupakan Lombok,  Uluran Tanganmu Masih Sangat Dibutuhkan

Begitu juga di daerah lain, rusaknya sejumlah fasilitas dan lahan  perkerjaan mengakibatkan warga kehilangan pekerjaannya dan sulit mendapatkan pekerjaan baru di tengah kondisi Lombok yang masih berada dalam tahap pembangunan kembali.

Menurut pengamatan BNPB, terhambatnya proses pembangunan akibat kurangnya fasilitator dan di lapangan yang bertugas melakukan pendampingan untuk membangun rumah yang rusak berat. Dari 1.700 fasilitator yang dibutuhkan, hanya sekitar setengahnya saja yang dapat dipenuhi. Permasalahan serupa juga datang dari kurangnya jumlah kelompok masyarakat (pokmas) yang membantu pencairan dana bantuan kepada korban.

Tak tinggal diam, Abadi juga turut serta membantu pembangunan Lombok dengan mendirikan sejumlah fasilitas penting bagi warga, di antaranya masjid, kakus, dan musala. (history/abadi)

Sumber: Tribun News, Nasional Kompas , KBR

 

Mari bantu Lombok bangkit pasca gempa. Salurkan donasi terbaik melalui

Bank Syariah Mandiri (451)

711.7976.337
an. Amal Bakti Dunia Islam

Fenomena Alam Ganda Dibalik Tsunami Selat Sunda

Fenomena Alam Ganda Dibalik Tsunami Selat Sunda

Tsunami menerjang pantai di Selat Sunda, khususnya di daerah Pandenglang, Lampung Selatan, dan Serang. (Sumber: Liputan6.com)

 

ABADI, Anyer – Tanpa ada guncangan seperti tsunami-tsunami sebelumnya, air laut itu tiba-tiba naik dan menyapu seluruh isi kota. Karena tak ada tanda-tanda itu pula warga sekitar tak sempat berlari menyelamatkan diri. Akibatnya 281 orang dinyatakan meninggal, 1.016 luka-luka, dan 57 lainnya masih dinyatakan menghilang.

Menurut penuturan Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, tsunami yang terjadi di Selat Sunda pada Sabtu (22/12) malam diperkirakan terjadi karena adanya dua fenomena alam yang terjadi bersamaan yaitu bulan purnama dan erupsi Gunung Anak Krakatau.

Para korban tsunami yang terjadi di Selat Sunda ditampung di Puskesmas Carita, Pandeglang, Banten.  (Sumber: Viva)

“Ini dua peristiwa berbeda tapi terjadi di waktu yang sama dan di lokasi yang sama, di perairan Selat Sunda. Pertama adalah erupsi anak Gunung Krakatau dan Kedua potensi gelombang tinggi. Namun ternyata setelah analisis lanjut, gelombang itu merupakan gelombang tsunami,” kata Dwikorita saat jumpa pers di kantorya, BMKG, Jakarta Pusat (23/12).

Ia menjelaskan, BMKG sebelumnya telah memberi peringatan bahwa pada tanggal 20-25 Desember akan terjadi gelombang tinggi, sedangkan kondisi Gunung Anak Krakatau sejak bulan Juni terjadi erupsi.

Baca juga: Kisah Gempa Palu: Surantina Mengendong Anaknya Berlari Ke Bukit Dalam Kondisi Hamil Besar

Tsunami anyer
Bangunan rusak akibat tsunami di Selat Sunda (Sumber: BNPB)

“Ada indikasi yang terjadi memang pada hari yang sama ada gelombang tinggi (karena) ada purnama dan erupsi anak Gunung Krakatau yang diduga menyebabkan tsunami. Jadi tsunami yang terjadi bukan karena seperti yang disampaikan BMKG (yakni karena) gempa, tadi sudah di cek tidak-tidak ada gejala tektonik yang menyebabkan tsunami, sehingga setelah kami koordinasi bahwa diduga akibat erupsi tersebut kemungkinan bisa langsung atau tidak langsung memicu terjadinya tsunami,” papar dia.

Tsunami anyer

Belum genap tiga bulan setelah tsunami menyapu Sulawesi Tengah, kabar duka kembali menyelimuti ibu pertiwi. Sabtu (22/12) malam, tsunami menerjang wilayah Selat Sunda meliputi Anyer dan Lampung.

Bukan hanya nyawa, harta benda pun ikut hancur oleh gelombang tinggi berkekuatan besar itu.  Sebanyak 611 unit rumah dan 69 unit hotel-vila rusak, 60 warung-toko serta 420 perahu-kapal pun ikut rusak akibat musibah tersebut. Hingga saat ini, sejumlah akes jalan masih tertutup. Listrik pun masih belum menunjukan tanda-tanda akan segera menyala.

Musibah demi musibah datang silih berganti. Semoga Allah Swt. selalu melindungi dan menyelamatkan negeri ini dari berbagai bala bencana. Aamiin. (history/abadi)

 

Sumber: Nasional Kompas

Ikhtiar Abadi Bangun Masjid Permanen untuk Masyarakat Santong – Lombok

Ikhtiar Abadi Bangun Masjid Permanen untuk Masyarakat Santong – Lombok

Rusaknya masjid-masjid di tanah seribu masjid, mengakibatkan seorang wanita terpaksa melaksanakan salat di depan puing-puing bangunan di Lombok Barat. (Sumber Liputan 6)

Abadi, Lombok – Ratusan gempa yang mengguncang Lombok pada Juli 2018 lalu telah mengakibatkan rusaknya masjid-masjid di tanah seribu masjid itu. Dinding retak, tiang roboh, hingga tak sedikit yang roboh hingga menimpa jemaah yang berada di dalamnya.

Meski begitu, masyarakat Lombok tak kehilangan semangatnya untuk memakmurkan masjid, terutama saat datang waktu salat. Tak jarang mereka salat berjemaah di antara puing-puing bangunan.

Pembangunan masjid lombok
Abadi yang bekerjasama dengan Forkami menyalurkan bantuan berupa pembangunan masjid di Lombok Utara. (Dok. Abadi)

Tak ada lagi bangunan utuh, nyaman,  dan berarsitektur khas masjid yang dijadikan tempat salat. Hanya selembar terpal di atas tanah yang dikelilingi puing-puing reruntuhan yang kini menjadi tempat sujud.

Menanggapi hal tersebut, Abadi yang bersinergi dengan Forkammi menyalurkan bantuan berupa renovasi salah satu masjid di Dusun Tempo Sodo, Desa Santong, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara.

Bukan lagi sebuah masjid sementara yang dibangun dari terpal dan susunan bambu, kali ini Abadi berikhtiar untuk membangunkan sebuah masjid permanen untuk kenyamanan ibadah warga. Selama ini, warga desa melangsungkan salat di masjid-masjid darurat.

Pembangunan masjid lombok
Berkat doa dan dukungan dari donatur, Alhamdulillah pembangunan masjid permanen tahap awal telah berhasil direalisasikan. (Dok. Abadi)

Guna memastikan amanah dari donatur ditunaikan dengan baik, tim Abadi memantau proses langsung proses pembangunan masjid pada Rabu (19/12). Terlihat bambu-bambu penyangga telah berdiri menjulang menandakan proses awal pembangunan telah dimulai. Salah satu warga menuturkan, mereka sangat bersyukur akan adanya pembangunan masjid permanen ini.

Selain masjid di Lombok, dengan mengatas namakan masyarakat Indonesia, Abadi juga tengah mengikhtiarkan pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia di Gaza, Palestina.

Memakmurkan masjid-masjid sejatinya, merupakan salah satu tugas kita sebagai seorang muslim. Bukan saja meramaikannya dengan salat berjemaah atau bermajelis ilmu, memperhatikan kelayakan bangunan dan kenyamanan ibadah para jemaah juga menjadi salah satu hal yang tak bisa diabaikan.

Semoga rida Allah dan dukungan masyarakat Indonesia selalu menyertai ikhtiar kami ini. (history/abadi)

Jaelani: Bantuan Semakin Berkurang Semenjak Beberapa Bulan Terakhir

Jaelani: Bantuan Semakin Berkurang Semenjak Beberapa Bulan Terakhir

ABADI, Lombok – Sudah lebih dari seratus hari semenjak rangkain gempa  mengguncang Lombok, masih saja ada warga yang menjadi pengungsi di tanahnya sendiri.

Salah satunya adalah mereka yang tinggal di Dusun Jelateng, Desa Gegerung, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Tenda-tenda beratapkan terpal tipis masih menjadi pemandangan yang mendominasi sekeliling kampung.

Trauma masih jelas menyelimuti para korban gempa, seperti yang dilansir oleh situs Liputan6. “Masih takut (gempa) tidak berani tidur di dalam rumah,” ujar Mantan Kepala Dusun Jelateng Timur, Jaelani saat ditulis Rabu (21/11/2018).

Gempa Lombok
Jaelani mengatakan, bantuan dari relawan mulai berkurang semenjak beberapa bulan terakhir (Sumber: Liputan6.com)

Selain trauma, sebagian besar dari mereka juga tak punya pilihan lain selain tinggal di tenda, karena hingga saat ini belum ada bantuan untuk mendirikan kembali rumah mereka. Jaelani mengatakan, masih banyak rumah yang hancur akibat gempa yang terjadi Agustus lalu. Jaelani mengatakan, bantuan dari relawan mulai berkurang semenjak beberapa bulan terakhir

Ada sekitar 1.350 jiwa yang tinggal di tiga dusun di wilayah Jelateng. Tenda yang ditempat Jaelani pun cukup besar dan memanjang, cukup untuk menjadi tempat ‘berteduh’ puluhan warga.

Baca juga: Apa Kabar Saudara Kita di Lombok?

Hanya saja tenda tersebut tak mampu melindungi penghuninya dari panasnya matahari atau menusuknya angin malam. Serangga-serangga kecil berbahaya dan hewan-hewan ternak pun sering kali masuk ke dalam tenda-tenda mereka.

Keadaan menjadi semakin mengkhawatirkan ketika hujan turun. Jaelani menuturkan, beberapa waktu lalu, lokasi mereka bernaung saat ini sempat kebanjiran. Air sungai yang terletak sangat dekat dari lokasi mereka meluap seiring tingginya curah hujan. Alhasil, air menggenang di dalam alas tenda.

Gempa Lombok
Keadaan tenda pengungsian Jaelani yang beratap terpal dan beralaskan tikar tipis (Sumber: Liputan6)

Gempa Lombok memang telah berlalu lebih dari seratus hari yang lalu. Meski begitu berbagai kisah pilu belum usai dan masih lalu-lalang di berbagai media berita.

Meski Ibencana baru bermunculan di tanah ibu pertiwi, tapi Lombok masih sangat membutuhkan uluran tangan saudara-saudaranya. (history/abadi)

 

Sumber: Liputan6

 

Mari bantu warga Lombok bangkit kembali. Salurkan donasi terbaik melalui rekening di bawah ini:

Bank Syariah Mandiri
No. Rek (451) 711 7976 337
a/n Amal Bakti Dunia Islam

Untuk konfirmasi lebih lanjut, hubungi:
Call/SMS: 0878 6455 6406