Perawat Palestina Kerja dengan Taruhan Nyawa

Perawat Palestina Kerja dengan Taruhan Nyawa

|” Menjadi perawat di wilayah rawan konflik tidak hanya tentang memberikan perawatan prima kepada korban. Tetapi di Palestina, perawat harus siap jika harus ikut meregang nyawa”

Infoabadi.org—  Menjadi tenaga medis di wilayah yang diintai bahaya merupakan tugas yang sanagat menantang sekaligus mulia, ditengah guncangan konflik tersebut, tenaga medis seperti perawat tentu memiliki peran penting dalam situasi genting, yang memerlukan tindakan cepat.

Berikut donasi Palestina resmi, serta lembaga donasi kemanusiaan Palestina Amal Bakti Duni Islam sajikan sebuah kisah tentang perjuangan  perawat di daerah konflik, yaitu Gaza.

Berawal Dari Aksi Damai, yang Berujung Nestapa

(Keterangan: Peserta aksi The Great Return March dihujani gas air mata oleh tentara Israel/foto: Palestinow)

 

Bertugas di daerah yang rawan konflik menjadikan diri harus siap siaga kapan saja. Aksi-aksi damai untuk menyuarakan protes atas kebijakan yang merugikan, kerap kali berujung dengan bentrokan. Di sinilah peran tenaga medis menjadi elan vital dalam menyelamatkan para korban.

Masih lekat di ingatan kita semua tentang aksi The Great Return March, atau lebih dikenal dengan nama Aksi Kepulangan Akbar, adalah peristiwa aksi damai yang dilakukan oleh penduduk Palestina, pengungsi Palestina serta warga lainnya. Aksi ini sebagai perwujudan bentuk protes terhadap Israel, juga sebagai peringatan peristiwa Nakba yang tak lain merupakan masa awal Israel merangsek masuk ke wilayah Palestina.

Sayangnya aksi damai ini justru dibalas dengan begitu beringas oleh tentara Israel, tembakan-tembakan gas air mata menghujani para peserta aksi, tidak hanya laki-laki, anak-anak dan wanita turut mejadi sasaran. Kekerasan yang dilakukan Israel terhadap para peserta aksi membuat 29.000 orang terluka sejak dimulainya pada 30 Maret 2018 lalu.

Kisah Perjuangan Perawat Menangani Korban Aksi Kepulangan Akbar

Sarah Collins, seorang perawat gawat darurat di  International Comittee of the Red Cross (ICRC) atau Komite Palang Merah International menuturkan pengalamannya selama menjadi tenaga medis di Gaza pada tahun 2018 lalu. Perawat yang telah mendedikasikan13 tahun dalam profesi tersebut berbagi kisah pilu selama bertugas di Gaza. Waktu pengabdian tugasnya sangat berdekatan  dengan peristiwa aksi The Great Return March  atau Aksi Kepulangan Akbar di Jalur Gaza pada tahun 2018.

(Keterangan: Potret penanganan medis terhadap korban/foto: International Middle East Media Center)

 

Awal kedatangan Sarah ke Gaza adalah untuk mendukung dan melatih staf departemen darurat serta untuk meningkatkan edukasi terkait penanganan dan perawatan terhadap pasien. Sarah tidak pernah menyangka sebelumnya, bahwa tugasnya kali ini akan sangat berbeda dengan tugas-tugas lain yang pernah dijalaninya. Terbatasnya tenaga medis dalam menangani korban yang berjatuhan akibat tindakan kejam tentara Israel membuat Sarah harus turut membantu menangani korban.

“Kami pindah dari satu  pasien ke pasien lainnya, melakukan penanganan yang kami bisa. Kebanyakan korban mengalami luka tembak di kaki. Korban yang berdatangan seakan tidak ada henti-hentinya” ujar Sarah

Baca juga: Perjuangan Ibu Hamil di Palestina Untuk Melahirkan

Tidak Ada Pilihan, Pasien Terpaksa Diletakan Di Atas Tanah

Sarah menuturkan kisahnya bahwa korban yang berjatuhan sangat begitu banyak, sampai unit kesehatan setempat tidak dapat menampung korban di ruang perawatan dan akhirnya terpaksa harus diletakkan di atas tanah.

“Mustahil untuk melakukan tindakan medis dengan cara yang sistematis. Tindakan yang bisa dilakukan hanyalah mencoba untuk melakukan pertolongan pertama untuk pasien yang terdekat dengan anda” tambahnya.

Dengan keterbatasan tenaga medis yang ada, ditambah dengan fasilitas kesehatan dan peralatan kesehatan yang tidak memadai, membuat perawat-perawat yang bertugas harus berjuang silih berganti dalam menangani para korban.

(Keterangan: Potret kesedihan rekan-rekan perawat Palestina Razan Al-Najjar (seorang perawat yang ditembak tentara Israel ) menangis mendengar berita bahwa dia terbunuh dalam protes di perbatasan Israel-Gaza pada 1 Juni 2018/foto:Reuters)

 

Lintasan ingatan atas peristiwa yang dialami Sarah  menjadi segelintir kisah perjuangan perawat-perawat yang mendedikasikan dirinya untuk menolong para korban yang berjatuhan akibat sikap kejamnya para tentara Israel terhadap penduduk Palestina. Tidak hanya mendedikasikan penuh jiwa dan raga, keberadaa tenaga medis di tengah situsi perang juga mengancam keselamatan mereka, sebab peluru panas bisa saja sewaktu-waktu menghujam di dada. (itari/infoabadi)

(Sumber:  International Middle East Media Center)