Mimpi Buruk Ribuan Pasien Kanker Gaza

Mimpi Buruk Ribuan Pasien Kanker Gaza

ABADI, Palestina – Ternyata ada yang tak kalah mengerikan dari serangan bom Israel yang tiba-tiba, yaitu menahan sakit namun tak ada yang mengobati. Hal itulah yang kini dialami oleh sekitar 8.515 pasien kanker di jalur Gaza. Rasa sakit yang dirasa seolah menjadi mimpi buruk  para pasien  yang tak tahu kapan akan berakhir.

Krisis bahan bakar, obat-obatan hingga peralatan medis menjadi penyebab lama yang masih terjadi bahkan kian menjamur.

Hari kanker sedunia yang diperingati pada Senin (4/02) kemarin menguak berbagai data mengerikan dari Pusat Kanker  Dunia tentang kondisi pasien kanker di Gaza. Laporan menjelaskan bahwa 7% dari jumlah penderita kanker atau 607 kasus kanker  diderita oleh anak-anak.  Sedangkan jumlah pasien kanker wanita mencapai 4705, atau sekitar  55.3% dari jumlah pasien keseluruhan.

Baca juga: 1.000 Korban Tembakan Zionis Di Gaza Beresiko Mengalami Infeksi Fatal

Pusat Kanker juga menerangkan bahwa krisis obat-obatan primer menjadi tantangan terbesar dari berbagai krisis yang ada. Diagnosa cepat dan tepat yang diberikan doketer bisa jadi tak berarti tanpa adanya obat, sang wasilah penyelamat.

Blokade Israel terhadap Gaza menjadi penyebab utama krisis ini. Gaza tak memilki fasilitas perawatan yang memadai sedangkan izin perujukan pasien sulit didapati.

Sekitar 38% pasien kanker di Gaza tak bisa meninggalkan Gaza untuk menerima perawatan di luar negeri sementara 5% dari pasien ditahan.

Yang lebih mengerikan, mereka yang kini menderita di Gaza adalah saudara-saudara kita. Saudara yang tengah menanggung amanat penjagaan tanah umat yang seyogyanya merupakan tugas kita semua. (history/abadi)

Sumber: Days of Palestine

Tak Digusur Paksa, Gusur Rumah Sendiri Tak Kalah Menyiksa Majdi

Tak Digusur Paksa, Gusur Rumah Sendiri Tak Kalah Menyiksa Majdi

ABADI, Palestina – Penggusuran paksa mungkin sudah sering dialami warga Palestina di berbagai wilayah yang diduduki. Kali ini ada yang berbeda, namun tak kalah menyiksanya. Pasukan otoritas Israel memaksa Majdi Abu Tayeh, salah satu warga Al-Quds untuk merobohkan rumahnya sendiri di daerah Silwan, tanpa bantuan alat berat apapun. Jika tidak, Majdi harus membayar denda yang jumlahnya cukup besar.

Bagai makan buah simalakama, keluarga Majdi tak punya pilihan lain selain merobohkan rumahnya sendiri, dengan bermodal palu dan perkakas seadanya. Denda sebesar 55 ribu shekel yang diberlakukan konon untuk membayar biaya operasional buldoser jika Majdi tak mampu merobohkannya sendiri.

Baca juga: 139 Kali Dihancurkan,  Penduduk Araqib Tak Pernah Mau Tinggalkan Desanya

Sebelumnya, sejumlah pasukan otoritas menyerbu rumah Majdi dan memberikan waktu setengah jam untuk merobohkan rumahnya. Hasil tawar menawar yang dilakukan kedua belah pihak menghasilkan penundaan perobohan hingga Senin (4/2/2019) pagi.

Gusur rumah

Ahad (3/2/2019) kemarin, pasukan otoritas bahkan memaksa Majdi merobohkan beberapa bagian rumah. Namun Majdi menolak, karena ia dan keluarganya tak memiliki tempat tinggal lain selain rumah yang harus segera ia robohkan itu.

Ini bukan kali pertama, pekan lalu ororitas Israel juga memberlakukan hal yang sama pada keluarga Haisam Muhammad Musthofa di Desa Issawiyah, Al-Quds.

Baca juga: Peristiwa-peristiwa Akhir Zaman ini Akan Terjadi di Palestina

Sejak 1967, Israel menduduki kota Al-Quds dan mengambil kendali administrasi dan keamanan kota. Penggusuran rumah-rumah warga dengan dalih bangunan tanpa izin juga menjadi keputusan sewenang-wenang otoritas Israel yang mengakibatkan ribuan warga Palestina kehilangan tempat tinggalnya.

Semoga Allah senantiasa meneguhkan keimanan dan kesabaran kepada saudara-saudara kita di Palestina, dan mengetuk nurani masyarakat dunia untuk senantiasa membersamai perjuangan rakyat Palestina. (history/abadi)

139 Kali Dihancurkan,  Penduduk Araqib Tak Pernah Mau Tinggalkan Desanya

139 Kali Dihancurkan,  Penduduk Araqib Tak Pernah Mau Tinggalkan Desanya

ABADI, Palestina – Suara buldoser beroda rantai kembali menderu di Desa Araqib pada Rabu (30/1/2019). Untuk ke-139 kalinya, desa ini dihancurkan otoritas Israel. Rumah-rumah diruntuhkan secara paksa tak melihat para pemilik yang menghalang meronta-ronta.

Penduduk Araqib dalam Palinfo mengatakan, pasukan Israel menyerbu desa dan melindungi buldoser melancarkan aksinya menghancurkan rumah-rumah seng dan tenda-tenda warga. Sementara para penghuninya, terlantar di tempat terbuka, tak mengindahkan akan kondisi cuaca. Bangunan tak berizin selalu menjadi dalil mereka menghalalkan penggusuran tersebut.

Baca juga: Tak Kuasa Tahan Dingin, 15 Anak Di Suriah Meregang Nyawa

Sejak lama pasukan Israel berupaya menghancurkan desa Araqib. Namun, meski berkali-kali dihancurkan, penduduk setempat tak pernah meninggalkan tanahnya dan membangun kembali rumah-rumahnya.

Sejak 27 Juli 2010, sudah 139 kali Israel mengahancurkan Araqib dengan harapan  penduduk desa menyerah kemudian pergi meninggalkan tanah mereka di sana. Bila hal tersebut terjadi, Israel bisa dengan mudah membuka dan memperluas lahan pemukiman Yahudi.

Baca juga: Media Palestina Turut Kabarkan Peletakan Batu Pertama Masjid Istiqlal Indonesia

Sebelumnya, Menteri Pertanian dan Pengembangan Negev di pemerintah Israel, Uri Ariel, telah merealisasikan rencana besarnya untuk mengusir sekitar 36.000 warga Badui Palestina dari berbagai desa di Palestina.

Musim dingin Palestina yang berat akan menjadi semakin berat untuk penduduk Araqib. Meski sebelumnya pun mereka tak hidup dengan aman dan sejahtera, namun penggusuran jelas menambah penderitaan hidup mereka. Rumah-rumah beratap seng dan tenda-tenda dari terpal setidaknya dapat menjadi tempat duduk dan bersandar, sehabis melawan dinginnnya cuaca di luar. (history/abadi)

 

Sumber: Melayu Palinfo

Meski Terhimpit, TKI Taiwan Ikut Dukung Pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia

Meski Terhimpit, TKI Taiwan Ikut Dukung Pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia

Abadi, Lombok – Bergetar hati kami menerima kiriman gambar secarik kertas berisi resi pengiriman sejumlah donasi, yang tertulis diperuntukan untuk pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia, di Gaza. Bukan karena jumlahnya yang besar, tapi karena pengirim  istimewa yang belakang diketahui merupakan seorang yang tengah hidup perih di perantauan sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Taiwan.

Dalam sesi wawancara, Hamba Allah ini menolak untuk disebutkan namanya. “Sebut saja saya Siti Khadijah, mbak” begitu tuturnya. Sudah beberapa tahun, PMI satu ini bekerja di salah satu panti jompo di Taiwan. PMI merupakan istilah baru yang digunakan untuk menyebut para pahlawan devisa negara, Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Baca juga: Masjid Istiqlal Indonesia di Gaza, Simbol Harapan Kemerdekaan Palestina

Dalam Resi yang ditulis dalam dua bahasa, yaitu Indonesia dan Mandarin, tertulis angka 3.000 Dolar  Baru Taiwan (sekitar Rp. 1.300.000).

“Saya cuma memberikan apa yang menjadi hak mereka dan memberikan apa yg menjadi kewajiban saya sbagai muslim, yaitu saling berbagi” ujar Siti saat kami bertanya perihal alasannya mendukung pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia di Gaza.

Hidup di negeri jauh memiliki ujian tersendiri bagi PMI, termasuk PMI di Taiwan. Apalagi, para PMI berketerampilan rendah (low-skilled labors), seperti pekerja pabrik, asisten rumah tangga, dan pramusiwi memiliki gaji yang tergolong rendah jika dibandingkan harga barang dan jasa yang tinggi.

Pembangunan Masjid Istiqlal
Masyarakat Gaza terpaksa melaksanakan salat berjamaah di reruntuhan masjid mereka yang hancur akibat serangan Israel pada tahun 2014. (Sumber: Aljazeera)

Namun bagi PMI asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat itu, kesempitan bukanlah penghalang untuk menunjukkan kepedulian akan nasib saudaranya, karena pada hakikatnya Allah telah menjanjikan kelapangan bagi mereka yang bersedekah di kala sempit.

Kabar-kabar pilu mengenai sulitnya masyarakat Ma’an menemukan tempat ibadah yang aman dan nyaman di berbagai di media sosial Abadi,  membuat hati Siti tersentuh dan tergerak untuk ikut berdonasi.

Masjid megah nan elok namun sepi jemaah yang seringkali terjadi  di Indoenesia, berbanding terbalik dengan keadaan di Gaza terutama di Maan. Mereka justru kesulitan mencari masjid, tempat beribadah yang aman dan nyaman.

Serangan Israel pada 2014 lalu mengakibatkan puluhan masjid di Gaza hancur rata dengan tanah. Ada pun satu-satunya masjid yang dimiliki masyarakat Ma’an  , yaitu Masjid Aamiin Al-Ummah tak mampu menampung jemaah yang selalu berjumlah ribuan orang.

Baca juga: Israel Langgar Gencatan Senjata, Warga Palestina Berguguran

Indonesia mendapatkan amanah istimewa dari masyarakat Palestina, khusunya di Ma’an, Khan Yunis, Gaza untuk mengemban pembangunan ulang Masjid Aamiin Al-Ummah, yang selanjutnya dinamai dengan Masjid Istiqlal Indonesia.

Masyarakat Indonesia yang dijembatani oleh berbagai lembaga kemanusiaan dan kepalestinaan tengah berbondong-bondong untuk berkontribusi mewujudkan pembangunan masjid tersebut.

Semoga ikhtiar ini senantiasa diridai Allah Swt. (history/abadi)

Hadang Banjir Selamatkan Cucu, Nenek Nurjanna Akhirnya Menembuskan Napas Terakhir

Hadang Banjir Selamatkan Cucu, Nenek Nurjanna Akhirnya Menembuskan Napas Terakhir

Berjam-jam, Nenek Nurjanna dan cucunya bertahan melawan arus deras banjir bandang yang melanda Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa pada Selasa (22/1/2019). (Sumber: Istimewa)

Nenek Nurjanna Djalil akhirnya menghembuskan napas terakhirnya pada Rabu (23/1/2019) sore di  Rumah Sakit Syekh Yusuf. Sebelumnya, kondisi nenek tersebut terlihat lemah setelah berjam-jam bertahan pada sebuah pohon, melawan derasnya arus banjir demi menyelamatkan sang cucu tercinta.

Foto Nenek Nurjanna yang tengah berpegangan erat pada sebuah pohon sembari menggendong cucunya, Waliziab Muhammad Nur (2) sempat membuat haru masyarakat Indonesia, terutama di  jejaring media sosial.

Rasa takut jelas terpancar dari raut wajah perempuan paruh baya itu. Begitu pun dengan sang cucu yang terlihat menangis ketakutan.

Baca juga: Gempa, Longsor, dan Banjir Melanda Bumi Pertiwi pada Saat yang Sama

 

Nurfardiansyah, menantu Nenek Nurjanna  menyebutkan, ketinggian air pada saat banjir bandang menerjang rumahnya di Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa pada Selasa (22/1/2019) mencapai leher orang dewasa.

Semakin lama, air ternyata semakin tinggi hingga mencapai atap rumah, hingga Nenek Nurjanna akhirnya ia berpegang pada sebatang pohon. Tak sedikit pun ia melonggarakan dekapannya pada sang cucu.

Arus yang kian deras kemudian dengan mudahnya menyeret tubuh sang nenek dan cucunya itu. Beruntunglah sebilah ranting dapat menahan mereka terseret jauh.

Tiga jam bertahan, pertolongan warga pun akhirnyadatang. Kondisi Nenek Nurjanna yang sangat lemah mengharuskan ia dilarikan ke sebuah klinik. Tiga jam mendapat perawatan, dokter mengizinkannya untuk pulang.

Tak semakin membaik, kondisinya justru semakin lemah dan memprihatinkan. Rabu (23/1/2019) sore, keluarganya akhirnya membawa sang nenek ke Rumah Sakit Syekh Yusuf, Kabupaten Gowa.

Namun perawatan berteknologi tinggi sekalipun tak mampu melawan kuasa Sang Pencipta. Allah memanggil Nenek Nurjanna tepat satu jam setelah ia mendapat perawatan di rumah sakit.

 

 “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (At-Taghabun: 11).

Sesungguhnya kesabaran yang sejati dari seorang hamba, yang dengannya Allah karuniakan petunjuk dan pahala, yakni kesabaran yang tampak ketika datang sebuah musibah. Maka berhusnuzhan-lah atas segala ketetapan-Nya. Insya Allah, kepedihan di dunia akan diganti dengan kebaikan berlipat ganda. (history/abadi)

 

 

Media Palestina Turut Kabarkan Peletakan Batu Pertama Masjid Istiqlal Indonesia

Media Palestina Turut Kabarkan Peletakan Batu Pertama Masjid Istiqlal Indonesia

ABADI, Palestina – Tak hanya di kalangan masyarakat Indonesia, acara peletakan batu pertama pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia juga ramai diperbincangkan media di Gaza. Selain dihadiri oleh beberapa tokoh penting acara tersebut memang dihadiri juga oleh wartawan dari beberapa kantor berita Palestina, salah satunya Al-Aqsa Voice.

Al-Aqsa Voice turut memberitakan  acara peletekan batu pertama dalam artikelnya yang dirilis pada Sabtu, 19 Januari 2018 pukul 18:41 dalam situs alaqsavoice.ps. Ditulis juga dalam artikel tersebut beberapa pernyataan tokoh-tokoh penting Gaza yang hadir, seperti Mahmud Al-Zahar, Yunis Al-Asthal, dan Salih A-Raqab.

Pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia
Acara peletakan batu pertama pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia di Gaza dihadiri oleh beberapa tokoh penting di Gaza, warga sekitar, serta wartawan dari beberapa kantor berita. (Dok. Abadi)

Diketahui, Ketua Pelaksana Pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia, Salih Ar-Raqab tak segan melontarkan pujiannya untuk rakyat Indonesia atas kontribusinya selama ini yang begitu besar untuk Palestina.

Baca juga: Masjid Istiqlal Indonesia di Gaza, Simbol Harapan Kemerdekaan Palestina

 

Selain Al-Aqsa Voice, Gaza Media, akun berita di media sosial instagram juga turut memberitakan acara peletakan batu pertama Masjid Istiqlal Indonesia. Berbagai doa dan dukungan pun dituliskan warganet dalam kolom komentar. Postingan di @gazamedianet itu juga telah disukai oleh sekitar 1.500 orang.

Peletakan Batu Pertama
Al-Aqsa Voice dan Gaza Media turut memberitakan acara peletakan batu pertama yang dilaksanakan pada Sabtu (19/01/2019) sore tersebut. (Foto: Al-Aqsa Voice)

Acara yang disiarkan langsung di akun instagram dan facebook lembaga Kasih Palestina itu juga disaksikan oleh banyak masyarakat Indonesia.

Masyarakat Palestina, khususnya di Gaza telah mengamanahkan pembangunan sebuah masjid di Distrik Ma’an, Khan Yunis, Gaza kepada masyarakat Indonesia.

Berbagai instansi dan lembaga kemanusiaan juga kepalestinaan, termasuk Abadi berbondong-bondong mengambil peran untuk menjembatani masyarakat Indonesia menunaikan amanah tersebut.

Peletakan Batu Pertama Masjid Istiqlal
Dok. Abadi

Alhamdulillah, pada Sabtu (19/01/2019), ba’da Ashar, waktu Gaza, peletakan batu pertama pembangunan masjid yang dinamai Masjid Istiqlal Indonesia tersebut  telah dilaksanakan dengan lancar dan khidmat.

Mohon doa dan dukungan agar pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia di Gaza berjalan lancar tanpa hambatan suatu apa pun, dan senantiasa berada dalam rida Allah Swt. (history/abadi)

 

Mari ikut berperan dan berjariyah dalam ikhtiar kemerdekaan tanah Palestina dengan memberikan donasi terbaik untuk pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia di Gaza.

Rekening Donasi:

Bank Syariah Mandiri (451) 2017 00 4053

a.n Yayasan Harapan Amal Mulia Palestina

 

Konfirmasi Donasi:

Call/SMS/WA: 081 3224 9876 1 (Agus) / 081 1234 1400

WA:

Tak Kuasa Tahan Dingin, 15 Anak di Suriah Meregang Nyawa

Tak Kuasa Tahan Dingin, 15 Anak di Suriah Meregang Nyawa

Ilustrasi: Aljazeera

ABADI, Palestina Dingin yang datang menggelimuni Suriah sejak November 2018 lalu belum juga mau beranjak, bahkan kini terdapat bongkahan es tebal yang menutupi setiap sudut wilayah. Akibatnya tak main-main, sebanyak 15 anak pengungsian meninggal akibat tak kuasa menahan dingin yang menggigil.

Dalam pernyataannya, UNICEF menyebut, delapan dari 15 korban meninggal di Rukban, kamp pengungsian di tenggara Suriah dan tujuh lainnya meregang nyawa saat mengungsi dari wilayah Hajin. Sebagian besar dari mereka adalah bayi di bawah usia empat bulan.

Baca juga: Potret Keluarga Mahmud Hadapi Musim Dingin yang Mengerikan

“Suhu beku dan kehidupan yang keras di Rukban semakin membahayakan kehidupan anak-anak. Hanya dalam satu bulan, setidaknya delapan anak meninggal,” ujar Direktur Regional UNICEF, Geert Cappelaere, dikutip dari AFP, Selasa (15/1/2019).

Konflik yang menerpa Suriah sejak 2011 lalu mengakibatkan ribuan penduduknya mengungsi ke berbagai wilayah termasuk Yordan dan Libanon. Ada pula mereka yang memilih bertahan di tenda-tenda pengungsian di perbatasan.

Pantasalah saja jika mereka kedinginan, pengungsian tak lebih dari sekedar terpal-terpal dan rangkaian kayu tipis yang tak mampu melindungi mereka dari dingin. Saju tebal pun, tak…. menutupi setiap sudut pengungsian.

Baca juga: Air Tercemar Limbah Menjadi Penyebab Utama Kematian di Gaza

Kondisi akan semakin sulit saat hujan datang. Kondisi lingkungan kamp yang tidak mampu menampung derasnya hujan mengakibatkan genangan-genangan luas menutupi sepanang jalan kamp. Belum lagi, dari dalam tenda-tenda terpal kamp pengungsian itu, tidak ada pakaian tebal yang mumpuni untuk menghalau rasa dingin.

Suhu yang kian menurun tak disertai dengan suplai pangan dan perlengkapan musim dingin yang memadai, acapkali membuat para penyintas konflik tersebut rentan terhadap berbagai macam penyakit.

Jangan biarkan korban semakin bertambah. Bisa jadi, semua ini terjadi karena kita yang kadang abai terhadap kondisi saudara sendiri. (history/abadi)

Sumber: As-Sharq Al-Awsat