Tatkala Pengungsian Tak Bersahabat Bagi Anak dan Perempuan Palu

Tatkala Pengungsian Tak Bersahabat Bagi Anak dan Perempuan Palu


Infoabadi.org – Sebagian dari kita mungkin pernah merasakan asyiknya berkemah Sabtu Minggu. Namun bagaimana jika kita diharuskan berkemah, tinggal di bawah tenda hingga berbulan-bulan lamanya? Bukan kesenangan yang didapatkan, melainkan kesulitan dan ancaman.  Hal tersebutlah yang kini tengah dialami para pengungsi Palu.

Dalam hal ini, wanita dan anak-anak menjadi korban yang paling disulitkan. Tak sama dengan para laki-laki, anak-anak dan perempuan memiliki kebutuhan khusus yang tak sederhana.

Kira-kira apa saja kesulitan yang dihadapi anak-anak dan wanita di pengungsian Palu?

  1. Sumber Air Terbatas, Wabah Penyakit Berkembang

Air merupakan salah satu kebutuhan vital bagi masyarakat. Bencana yang terjadi di Pasigala (Palu, Sigi, dan Donggala) telah mengakibatkan rusaknya fasilitas air bersih dan sanitasi. Dampaknya, kesehatan pengungsi menurun, dan wabah penyakit berkembang pesat.    

Sampai saat ini sebagian besar pengungsi Palu mengandalkan tangki-tangki air bersih yang dikirim dari pihak pemerintah dan swasta.

  • Minim Bantuan, Kebutuhan Anak Terabaikan

Berada di lokasi pengungsian membuat para ibu yang memiliki bayi harus berupaya keras untuk mendapatkan popok bayi dan susu formula bagi kebutuhan anak mereka.

Seperti dilansir dari Voaindonesia.com, seorang ibu di Petobo mengaku harus berjuang keras mencari susu bagi salah seorang anaknya yang masih balita. Setiap melihat ada bantuan tiba ia akan berupaya mendekat dan menanyakan jika ada susu formula bagi anaknya. Meskipun kebanyakan susu formula yang ada tidak sesuai dengan batas usia anaknya, Risniyanti tetap mengambilnya untuk anaknya yang lain.

Baca juga: KURBAN ABADI UNTUK PARA PENGUNGSI DI INDONESIA DAN PALESTINA

  • Tidak Ada Ruang Privasi Akibatkan Rawan Terjadi Pelecehan

Sejumlah aktivis perempuan mengkritisi penempatan pengungsi di Palu yang tidak membedakan jenis kelamin. Hal tersebut berdampak pada marakanya pelecehan di lingkungan pengungsian.

Dari Oktober 2018 hingga Maret 2019, pemerintah telah menerima 12 laporan pelecehan terhadap perempuan dan anak-anak di sejumlah titik pengungsian.

  • Marak Pernikahan Dini Akibat Terjerat ekonomi

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Palu mencatat, sudah empat kasus pernikahan dini yang dilakukan oleh pengungsi yang melibatkan remaja berumur 15 hingga 17 tahun.

Faktor ekonomi menjadi salah satu penyebab kasus tersebut. Remaja perempuan dinikahkan dengan lelaki yang jauh lebih tua karena dianggap dapat mencukupi segala kebutuhannya.

Sahabat, kasur nyaman yang kita tiduri, makanan lezat yang kita santap, bisa jadi menjadi dambaan saudara-saudara kita di pengungsian. Momentum Iduladha yang sebentar lagi tiba, menjadi saat yang tepat untuk berbagi kebahagiaan dengan mereka.

Bersama Abadi, mari antarkan kurban ke pengungsian di Palu,Donggala, Lombok, hingga ke Palestina. Sepotong daging yang kita berikan, akan sangat berharga bagi mereka. (history/abadi)

Kontribusi hewan kurban untuk pengungsi di Indonesia:

Sapi: Rp. 15.000.000,- atau Rp. 2.142.857,- (1/7 sapi)

Domba: Rp. 3.500.000,-

Kontribusi hewan kurban untuk pengungsi Palestina:

Sapi  ± 400 kg: Rp 32.550.000,-/ Rp 4.650.000,-(1/7 Sapi)

Domba ± 45 kg: Rp 4.950.000,-

Sedekah Kurban: Tak Terbatas

Kirimkan kontribusi terbaik melalui:

Rekening Bank Syariah Mandiri

(451) 711 7976 337

a.n. Amal Bakti Dunia Islam

Konfirmasi Donasi:

Call/SMS/WA: 0878 6455 6406

Abadi Salurkan Kepedulian Masyarakat NTB Untuk Palestina

Abadi Salurkan Kepedulian Masyarakat NTB Untuk Palestina

 

Abadi, Turki – Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang, delegasi Abadi dalam perjalanan kemanusiaan, Journey of Empathy  akhirnya tiba pada Selasa (02/07) pagi waktu Turki.

Tak banyak mendunda, delegasi Abadi segera menunaikan agenda utamanya yaitu menyalurkan bantuan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB), untuk pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia.

Bantuan tersebut diserahkan kepada lembaga mitra Abadi di Turki sekaligus koordinator pembangunan masjid, Jisru at-Ta’awun al-Insani pada Kamis (04/07). Kedatangan delegasi Abadi dan delegasi lembaga mitra dari Indonesia ini disambut langsung oleh Direktur Jisru a-Taawun, Syekh Amjad Zakaria.

donasi ntb untuk Palestina

Dalam kesempatan yang sama, Abadi juga menyerahkan bantuan kepada empat orang warga Palestina yang menjadi korban Aksi Kepulangan Akbar dan tengah mendapat perawatan di rumah sakit Turki.  

Keempat orang penerima manfaat mengalami luka serius pada kakinya akibat menjadi sasaran peluru Israel. Dua diantaranya bahkan harus merelakan kakinya untuk diamputasi karena infeksi yang terlampau parah.

Baca juga: DIREKTUR ABADI: ALHAMDULILLAH, KEPERCAYAAN DONATUR MENINGKAT DUA KALI LIPAT

Perjalanan Journey of Empathy ini merupakan yang kedua kalinya bagi Abadi. Sebelumnya pada April 2019,  Abadi juga meyalurkan bantuan untuk pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia. Pada November 2018 Abadi juga menyalurkan bantuan untuk korban Aksi Kepulangan Akbar di Turki.

penyaluran bantuan palestina

Terima kasih atas kepercayaan yang diberikan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat NTB untuk Abadi. Semoga Allah memampukan kita untuk senantiasa membersamai perjuangan masyarakat Palestina. (history/infoabadi)

.

5 Komunitas Muslim Dunia yang Tak Bisa Leluasa Beribadah

5 Komunitas Muslim Dunia yang Tak Bisa Leluasa Beribadah


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “RasulullahSaw.bersabda: “Sesungguhnya agama (Islam) mudah, tidak ada seorang pun yang hendak menyusahkan agama (Islam) kecuali ia akan kalah. Maka bersikap luruslah, mendekatlah, berbahagialah dan manfaatkanlah waktu pagi, sore dan ketika sebagian malam tiba” (HR. Bukhari)

Infoabadi.org – Islam adalah agama yang mudah, baik dalam akidah maupun amalan.Meski demikian, tak sedikit saudara Muslim kita di berbagai penjuru dunia yang belum bisa beribadah dengan mudah dan leluasa karena adanya kendala dari pemerintah setempat dan lain sebagainya.

Berikut kami rangkumkan Muslim dunia yang tidak bisa leluasa beribadah di negaranya sendiri:

Muslim Slovakia

Tidak mudah menjadi Muslim di Slovakia. Slovakia adalah salah satu dari sejumlah negara Eropa yang tidak memiliki masjid. Slovakia juga tidak memasukan pelajaran Islam dalam kurikulum pendidikannya.

Saat ini kurang lebih ada 5.000 Muslim di negara tersebut.  Seperti yang dikutip dalam TRT World, mereka tidak terdaftar secara resmi sebagai warga negara karena Parlemen Slovakia kerap mempersulit regulasi peresmian warga Muslim.

Muslim India

Dilansir dari Herald.dawn.com, jumlah Muslim di India mencapai 174 juta orang atau sekitar 14,4 persen dari jumlah penduduk India. Jumlahnya banyak dan disebut-sebut menjadi negara dengan berpenduduk Muslim terbanyak setelah Indonesia dan Pakistan.

Meski demikian, Muslim India tidak seleluasa kita untuk beribadah. Seperti yang terjadi pada akhir 2018 lalu. Muslim sebuah desa di India  dilarang untuk beribadah setelah kematian seekor anak sapi betina yang diduga dibunuh seorang remaja Muslim.

Baca juga: MASJID ISTIQLAL INDONESIA DI GAZA, SIMBOL HARAPAN KEMERDEKAAN PALESTINA

Muslim Uighur di Cina

Dilansir dari Anadolu Agency, pada 7 Mei 2019 lalu, pemerintah Cina menghancurkan belasan masjid di China secara bertahap sejak tahun 2016. Masjid yang dihancurkan termasuk yang berada di Provinsi Xianjiang, wilayah di Barat Laut China yang terdapat 50 etnis minoritas, termasuk Muslim Uighur.

Selain itu, Council on Foreign Relations mengatakan, Beijing melarang masyarakat Uighur menjalankan puasa Ramadan atau mengenakan cadar. Kamp tahanan yang berisi ratusan ribu kelompok Islam minoritas Cina yang ditahan oleh pemerintah juga menjadi isu hangat yang belakangan sering diberitakan.

Muslim Rohingya di Myanmar

Konflik antara etnis Rohingya dan mayoritas penduduk Myanmar seolah tak berkesudahan. Puluhan ribu warga Rohingya terlunta-lunta mengungsi ke negara lain, termasuk Indonesia.

Muslim Rohingya dilarang untuk beribadah, termasuk saat bulan Ramadan. Selain itu, mereka juga dipersulit memperoleh akses kesehatan, pendidikan dan perumahan yang layak.

Muslim Palestina

Meski dekat, tak mudah bagi Muslim Palestina beribadah Masjid al-Aqsha, masjid suci ketiga bagi umat Islam setelah Masjid al-Haram dan Masjid an-Nabawi. Mereka harus melewati pos-pos pemeriksaan Israel untuk dapat memasuki Kota al-Quds, tempat al-Aqsha berada. Berbagai ancaman dan penistaan jemaah pun kerap kali dilakukan pasukan penjajah, seperti pengusiran, penganiayaan, bahkan penganiayaan jemaah.

Bukan hanya di al-Aqsha, serangan Israel ke wilayah Palestina juga sering kali menargetkan masjid-masjid. Contohnya pada tahun 2014, lebih dari 70 masjid di Palestina dihancurkan oleh serangan udara Israel. (history/abadi)

Sumber: TRT World, Tirto.id, Anadolu Agency

Direktur Abadi: Alhamdulillah, Kepercayaan Donatur Meningkat Dua Kali Lipat

Direktur Abadi: Alhamdulillah, Kepercayaan Donatur Meningkat Dua Kali Lipat

 

Abadi, Lombok – “Alhamdulillah, kepercayaan donatur meningkat dua kali lipat.Pada penyaluran kali ini, jumlah donasi yang kami kirimkan dua kali lebih besar  dibandingkan bulan April lalu”, ujar Lauhul Hamdi, Direktur Abadi.

Senin (01/07/2019), pembina Abadi, TGH Achmad Mukhlis yang didampingi Lauhul Hamdi menyerahkan amanah donasi sebesar Rp. 250 juta kepada Muhammad Fauzan, delegasi Abadi dalam perjalanan kemanusiaan ke Turki, Journey of Empathy, Untaian Cinta untuk Palestina.

Penyerahan donasi tersebut juga dihadiri oleh sejumlah wartawan media lokal seperti hariannusa.com  dan suarantb.com .

 “ABADI berkomitmen untuk terus menjadi lembaga penyalur donasi terpercaya bagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat NTB” tutup Hamdi.

Journey of Empathy, Untaian Cinta untuk Palestina

Masjid Istiqlal Indonesia
Sejumlah media lokal NTB hadir dalam konferensi pers pemberangkatan delegasi kemanusiaan Abadi. (Dok. Abadi)

Insya Allah pada Selasa,  2 Juli 2019 Abadi akan memberangkatkan delegasinya untuk menyalurkan amanah donatur dalam perjalanan kemanusiaan bertajuk Journey of Empathy ke Turki.  

Tidak hanya sendiri, sejumlah delegasi dari lembaga mitra Abadi di antaranya Damai Aqsa Foundation (DAF), Kasih Palestina, dan Lembaga Ukhuwah juga membersamai perjalanan Abadi.

Baca juga: ABADI SALURKAN BANTUAN UNTUK KORBAN AKSI KEPULANGAN AKBAR DI TURKI

Agenda perjalanan tersebut yaitu menyerahkan bantuan untuk pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia di Gaza, mengunjungi korban Aksi Kepulangan Akbar, serta silaturahmi ke lembaga mitra Abadi, Jisru at-Taawun al-Insani.

Fauzan sebagai delegasi menyampaikan harapannya tentang Journey of Empathy ini. “Saya berharap, perjalanan ini bisa menjadi jembatan yang kuat untuk mempererat persaudaraan antara Indonesia dan Palestina”, ujarnya.

Abadi Bersama Warga Palestina

Penyaluran Abadi
Pembina Abadi (kanan)  didampingi Direktur Abadi menyerahkan donasi secara simbolis kepada Muhammad Fauzan selaku delegasi Abadi dalam perjalanan kemanusiaan Journey of Empathy. (Dok. Abadi)

Pada bulan April 2019, Abadi juga menyalurkan amanah donatur dalam perjalanan kemanusiaan Journey of Empathy untuk untuk pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia di Gaza, bantuan untuk penjaga Masjid Al-Aqsha, kebutuhan pangan untuk penduduk Palestina menghadapi krisis di bulan Ramadan.

Selain itu, pada November 2018 lalu, Abadi berkesempatan mengunjungi korban Aksi Kepulangan Akbar yang sedang mendapat perawatan di Turki dan memberikan bantuan tunai kepada para korban.

Berkat pertolongan Allah dan kepercayaan donatur, rahmat . Bersama Abadi, mari jadikan ukhuwah semakin erat dan rahmat Islam terasa semakin dekat. (history/abadi)

Bagaimana Sulitnya ‘Bertetangga’ dengan Ekstrimis Yahudi?

Bagaimana Sulitnya ‘Bertetangga’ dengan Ekstrimis Yahudi?


Infoabadi.org –  Sejak Israel datang, jutaan warga Palestina terusir dari tanahnya sendiri. Ada pula mereka yang tidak terusir namun tidak bernasib lebih baik karena harus ‘bertetangga’ dengan kaum ekstrimis Yahudi.

Berikut sejumlah peristiwa yang sering terjadi dalam kehidupan ‘bertetangga’ ekstrimis Yahudi dan warga Palestina.

Penyerangan

Berita Palestina terkini

Adu mulut hingga kontak fisik kerap kali terjadi antara pemukim Yahudi dan warga Palestina. Tak jarang, perselisihan tersebut berlanjut pada penyerangan dan menyebabkan warga Palestina menjadi korban. Sedangkan para pemukim Yahudi selalu mendapat pengawalan ketat dari pasukan bersenjatanya.

Bukan hanya orang dewasa, otoritas Israel juga kerap menyerang sekolah-sekolah anak Palestina dan melukai sejumlah  siswa serta guru. Seperti yang terjadi pada Sekolah Dasar Khusus Putra di Hebron pada Maret 2019 lalu.

Tuduhan Tak Berdasar

Ekstrimis Yahudi

(Ilustrasi: MintPress News)



Tak mudah bagi warga Palestina untuk hidup di wilayah yang berdekatan dengan ekstrimis Yahudi. Tidak sedikit warga Palestina yang mendapat tuduhan yang tidak jelas yang berujung penangkapan oleh otoritas Israel. Seperti yang terjadi pada Februari 2019 lalu.

Pasukan Israel menangkap seorang warga Palestina, Assam Barghout yang dituduh menembak mati dua tentara Israel di wilayah Tepi Barat pada Januari 2019.

Baca juga: SERANGAN ISRAEL LUKAI ANAK-ANAK SEKOLAH DI HEBRON DAN NABLUS

Para penjaga Masjid al-Aqsha di al-Quds juga sering kali menjadi korban tuduhan tak berdasar. Provokasi massa, penyerangan jemaat ibadah Yahudi, dan lain  sebagainya.

Diskriminasi

Info Palestina

Ruas jalan baru yang dijuluki ‘jalan apartheid’ karena dilengkapi tembok pembatas di bagian tengah untuk memisahkan pengendara Israel dan Palestina (AFP/Getty Images)

Pada Januari 2019, Israel meresmikan ruas jalan tol di Yerusalem yang memisahkan pengendara Israel dan Palestina dengan sebuah tembok. Warga Palestina menjuluki ruas jalanan itu sebagai ‘jalan apartheid’.

Selama ini, warga Palestina dan Israel kerap berbagi ruas jalanan di Tepi Barat, meskipun beberapa ruas jalan secara eksklusif diperuntukkan bagi warga Israel. (history/abadi)

Sumber: Detiknews, Palinfo

3 Fakta Kehidupan Pengungsi di Khan Yunis, Jalur Gaza

3 Fakta Kehidupan Pengungsi di Khan Yunis, Jalur Gaza

Infoabadi.org – Mendengar saudara-saudara kita di Palu hidup pilu di pengungsian selama enam bulan saja sudah cukup membuat hati tercabik. Lalu bagaimana dengan pengungsi Palestina di Khan Yunis yang puluhan tahun tinggal di pengungsian?

Barak pengungsian Khan Yunis terletak sekitar dua kilometer dari pantai Mediterania, utara Rafah. Sekitar 87.816 warga Palestina yang terusir akibat datangnya Israel, tinggal di sana dengan kondisi yang memprihatinkan. Berikut fakta-fakta tentang pengungsian Khan Yunis yang telah kami rangkum:

Terperangkap Blokade di Pengungsian

Kehidupan di Gaza

Perang Arab telah mengakibatkan sekitar 35.000 orang melarikan diri ke Khan Yunis. Sebagian besar dari mereka berasal dari daerah Be’er Sheva. Sudah terusir, para pengungsi juga harus merasakan pahitnya hidup di wilayah blokade seperti Gaza.

Baca juga: Perjuangan Para Warga Gaza Bertahan Hidup Selama Ramadan

Sebagian besar pengungsi bergantung hidup dari bantuan UNRWA (Organisasi PBB yang mengurusi permasalahan pengungsi) yang belakangan ini terus berkurang. Seperti di barak pengungsian lain di Jalur Gaza, tak adanya air bersih menjadi masalah besar di pengungsian. Sekitar 90 persen pasokan air tidak layak untuk konsumsi manusia.

Sekolah Bergantian

Kehidupan di Gaza

Menurut data dari UNRWA, barak pengungsian Khan Yunis mempunyai 16 sekolah (pusat belajar) yang harus bisa menampung murid 19 sekolah.  Karena tidak adanya ruang yang cukup, anak-anak pengungsi belajar secara bergantian, di bagi ke dalam enam waktu.

Pengungsi Terus Bertambah, Infrastruktur Tak Berkembang

Keseharian di Khan Younis

Kumuh dan padat menjadi ciri khas dari barak pengungsian Khan Yunis. Terdapat sebagian pengungsi yang tinggal di bangunan berbeton, bantuan dari UNRWA. Meski begitu, banyak pula pengungsi tinggal di tenda-tenda sederhana dari terpal tipis, ditutupi kain tebal bekas selimut, karpet dan lain sebagainya. Tak banyak terlihat bangunan layak, apalagi tempat rekreasi untuk anak-anak. (history/abadi)

Sumber: Unrwa.org

Perjuangan Para Warga Gaza Bertahan Hidup Selama Ramadan

Perjuangan Para Warga Gaza Bertahan Hidup Selama Ramadan


Infoabadi.org – Kesulitan yang menjerat Gaza Ramadan tahun ini nampaknya tidak hanya dirasakan oleh warga yang dikategorikan miskin,  tapi juga oleh pegawai pemerintahan Gaza, seperti Nasser, Nael, dan Dalul.

“Aku tidak pernah membayangkan bahwa aku harus mencabut kulkasku sendiri, aku sering tidak punya makanan di dalamnya”, ujar Nasser Rabah dalam electronicintifada.net .

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, ia mengandalkan gajinya sebagai insinyur pertanian pemerintah Palestina. Rabah juga aktif sebagai penulis yang biasanya mampu memberikan penghasilan tambahan.

Dua tahun terakhir, Rabah tak mampu memberi anak-anaknya makanan yang layak karena ketiadaan biaya.

Baca juga: Potret Kesedihan Gaza Pasca Tragedi Hujan Roket

“Tapi selama dua tahun sekarang, saya bahkan belum bisa menyediakan makanan yang baik untuk anak-anak saya sendiri,” ujarnya.  

Ramadan yang Sulit untuk Warga Gaza

Pengakuan serupa diungkapkan oleh Nael Hamad, warga barak pengungsian Maghazi, Gaza Tengah yang sehari-hari bekerja sebagai pegawai di Kantor Agama Gaza.

Sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah telah menurunkan upah pegawainya. Bahkan sejak April 2019, sekitar 38.000 pekerja pemerintahan Gaza tidak menerima upah. Meskipun sempat diberi upah pada awal Mei, para karyawan mengeluh jumlah yang diberikan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan Ramadan.

Nael memiliki enam orang anak, dua di antaranya telah lulus dari perguruan tinggi namun sampai saat ini masih menganggur, satu anak masih berkuliah, dan tiga lainnya duduk di bangku sekolah.

Tak Ada Daging, Ikan, atau Buah Selama Ramadan

Muhammad Dallul, seorang pekerja sosial yang tinggal di wilayah Zaitun di Kota Gaza, juga mempunyai kisah yang tak jauh beda.

Dallul memiliki dua orang anak. Dua pekan sejak bergulirnya Ramadan, ia tidak mampu membeli daging, ikan, atau pun buah. Mereka harus puas dengan beberapa potong kentang saja untuk hidangan buka puasa.

Baca juga: Peduli Palestina, Istri Gubernur NTB Dukung Program Edukasi Abadi

Tak jarang, mereka hanya makan sahur dan buka dengan satu potong keju dan air.

Nasser, Nael, dan Dallul adalah tida dari sekian banyak warga Gaza yang terpaksa berhemat lebih ketat pada Ramadan 1440 ini. Tak bisa dipungkiri, blokade Israel menjadi cikal bakal berbagai krisis yang selama ini mencekik warga Gaza.

Bombardir roket Israel di wilayah Gaza menjelang Ramadan lalu juga semakin memperburuk perekonomian warga. (history/abadi)

Sumber: The Electronic Intifada

Dukungan Bupati Sumbawa dan Bima untuk Pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia

Dukungan Bupati Sumbawa dan Bima untuk Pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia


Abadi, Sumbawa – Senin (29/04) siang, Bupati Sumbawa, H.M. Husni Djibril kedatangan tamu istimewa. Syekh Muraweh Musa, Ulama asal Palestina bersama tim Abadi datang bersilaturahmi ke kantor bupati.

Cukup lama berdiskusi, banyak hal yang dibahas dalam pertemuan tersebut,  terutama mengenai kondisi Palestina saat ini dan pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia di Gaza.

Alhamdulillah, dalam kesempatan tersebut Pak Husni menyatakan siap mendukung pembangunan masjid  dengan ikut berikhtiar melakukan penggalangan dana.

Selain itu, Pak Husni juga mengungkapkan rasa syukurnya dapat dikunjungi Syekh Muraweh yang merupakan anggota Asosiasi Ulama Internasional tersebut.

Begitu pula dengan Syekh. Beliau sangat berterima kasih atas segala bentuk dukungan masyarakat Indonesia, khususnya yang berada di Nusa Tenggara Barat untuk Palestina dalam berbagai program yang diusung Abadi.

Baca juga: Peduli Palestina, Istri Gubernur NTB Dukung Program Edukasi Abadi

Dalam misi yang sama, Syekh juga menyempatkan diri bersilaturahmi dengan Wakil Bupati Bima, Dachlan M. Noer. Jamuan hangat menyambut kedatangan Syekh dan tim di kantor dinas beliau.

Syukur tak henti kami ucapkan karena Pak Dachlan juga turut mendukung pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia, yang diamanahkan langsung oleh masyarakat Gaza ini. Sebagaimana di Sumbawa, Pak Dachlan beserta jajarannya berkomitmen mendukung pembangunan  dengan berbagai upaya penggalangan dana.

Dukungan terhadap pembangunan masjid pusat penghafal Alquran Gaza itu semakin hari semakin menggeliat di tengah masyarakat Indonesia, terutama di Nusa Tenggara Barat.

Insya Allah, Abadi siap menjadi jembatan kebaikan bagi para donator yang memimpikan rumah di surga dengan turut berkontribusi dalam pembangunan masjid.

Mohon doa dan dukungan agar program pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia berjalan lancar dan selalu berada dalam rida Allah Swt. (history/abadi)

Tak Sepele, Timah Panas Israel Mampu Leburkan Tulang Bak Debu

Tak Sepele, Timah Panas Israel Mampu Leburkan Tulang Bak Debu


Infoabadi.org – “Kurang lebih setengah dari korban luka yang kami tangani, tulang-tulang mereka telah berubah menjadi debu”

Pernyataan tersebut diungkapan oleh Dokter Thierry Saucier, seorang ahli bedah ortopedi asal Perancis yang bergabung dalam misi kemanusiaan, menangani korban Aksi Kepulangan Akbar di Palestina.

Beliau mengakui menangani korban-korban tersebut tidaklah mudah. Lebih dari 95 % korban yang ia tangani, terluka pada bagian tungkai bawah lutut  akibat menjadi sasaran timah panas Israel.

Bukan Luka Biasa

Blokade Gaza
Petugas medis mengevakuasi peserta Aksi Kepulangan Akbar yang terluka. (Sumber: The Electronic Intifada)

Thierry berujar, luka yang dialami para korban Aksi Kepulangan Akbar tak bisa disebut luka tembak biasa. Umumnya ketika peluru yang menembus bagian tubuh dikeluarkan, akan menyisakan luka luar yang sedikit lebih lebar dari ukuran peluru.

Hal yang tak biasa adalah, luka luar tersebut ternyata memberikan indikasi kerusakan jaringan lunak dan tulang. Luka luar terus meluas secara tidak proporsional dan sulit untuk diobati.

Baca juga:
Di Gaza, Setiap Sudut Kota Dipenuhi Korban Aksi Kepulangan Akbar

Setengah dari jumlah kasus yang ada, luka terus menembus hingga tulang dan menyebabkan terjadinya patah tulang multifragmen. Dengan kata lain, tulang-tulang mereka sudah hancur lebur, layaknya butiran-butiran debu.

Abadi Bersama Korban Aksi Kepulangan Akbar

Perbatasan Gaza

Lebih dari seribu korban luka Aksi Kepulangan Akbar diamputasi karena luka yang tak dapat diobati dan terbatasnya fasilitas kesehatan di rumah sakit Palestina. (Sumber: The Electronic Intifada)

Tak pantas rasanya apabila kita hanya berdiam diri mendengar saudara kita sulit sendiri dalam misinya menjaga tanah umat. Berkat pertolongan Allah dan kebaikan donatur, Abadi turut meringankan beban korban luka Aksi Kepulangan Akbar dengan menyalurkan sejumlah bantuan tunai pada November 2018 lalu.

Haulul Hamdi, Direktur Abadi langsung melakukan penyaluran tersebut di salah satu rumah sakit di Turki, tempat para korban dirujuk dari rumah sakit di Palestina.

Selama digelarnya Aksi Kepulangan Akbar, tak kurang dari 200 orang telah gugur. 23 ribu orang lainnya terluka dan kebanyakan dari mereka terpaksa kehilangan anggota tubuhnya.

Kendati demikian, belum ada tanda-tanda bahwa aksi ini akan segera berakhir. Dikutip dari berbagai sumber, peserta aksi tak akan menyerah hingga  mereka mendapatkan hak mereka ke tanah yang telah dirampas, serta dicabutnya blokade  yang mencekik. (history/abadi)

Sumber: Msf.org

Mari bersamai perjuangan saudara-saudara kita di Palestina dengan mengirimkan doa tertulus dan donasi terbaik.

Rekening Donasi:

Bank Syariah Mandiri
No. Rek (451) 711 7976 337
a/n Amal Bakti Dunia Islam

Untuk konfirmasi lebih lanjut, hubungi:
Call/SMS: 0878 6455 6406

Serangan Israel Lukai Anak-anak Sekolah di Hebron dan Nablus

Serangan Israel Lukai Anak-anak Sekolah di Hebron dan Nablus


Infoabadi.org –  Ahad (14/04) pasukan Israel menyerang sejumlah siswa di Kota Hebron dalam perjalanan menuju sekolah. Mereka juga menembakkan gas air mata serta bom suara ke arah anak-anak tersebut. Tak cukup sampai di situ, pasukanIsrael menembakkan gas ke arah orang tua siswa yang berusaha melerai dan melindungi anaknya.

Sebuah sumber lokal Palestina juga menyebutkan pasukan Israel juga menyerang sekolah Tariq bin Ziyyad di Hebron yang menyebabkan sejumlah siswa dan staf sekolah lemas tak berdaya.

sekolah palestina

Serangan tersebut sering kali dialami siswa-siswa di Hebron, di mana warga Palestina dan para pemukim tinggal berdekatan. Sekitar 800 pemukim Israel yang terkenal agresif hidup di tengah 30.000 warga Palestina di Hebron. Sadar bahwa mereka menjadi minoritas, pemukim Zionis selalu mendapat pengawalan ketat dari pasukan keamanan.

Baca juga:
Pendidikan Di Ujung Tanduk,  Gaza Butuhkan 123 Bangunan Sekolah Layak

Selama tahun 2018, setidaknya terjadi 20 kali serangan sekolah di Hebron dengan alasan dan tuduhan tak berdasar.

Di hari yang sama, Israel juga menyerang sebuah sekolah di Desa Urif, Distrik Nablus.  Belasan siswa mengalami sesak bahkan di antaranya harus dilarikan ke rumah sakit akibat tak mampu ditangani petugas medis yang terjun ke lokasi.

Tak ada tempat yang aman untuk anak-anak di Palestina. Rumah-rumah dihancurkan, taman bermain diserang, sekolah-sekolah menjadi sasaran. Mereka yang hanya duduk, menulis dan mendengarkan perkataan gurunya, tiba-tiba diserang hingga terluka. (history/abadi)

Sumber: Maannews.com, Palestinechronicle.com