Setahun Berlalu, Tenda-Tenda Pengungsi Palu Masih Ramai Penghuni

Setahun Berlalu, Tenda-Tenda Pengungsi Palu Masih Ramai Penghuni

Kehidupan warga yang mengungsi pasca gempa di Palu belum usai. Satu tahun berlalu, mereka masih bertahan di bawah tenda-tenda dalam keadaan yang sulit.

Sahabat, kali ini lembaga penyaluran donasi kemanusiaan Amal Bakti Dunia Islam (Abadi) akan menginformasikan kondisi warga Palu pasca gempa satu tahun yang lalu.

Tidak banyak media yang meliput bagaimana kondisi pengungsi di Palu. Masyarakat luas mengira permasalahan ini sudah selesai. Namun, tahukah sahabat? Ternyata mereka masih menjadi pengungsi dan hidup dalam kesulitan. Berikut kami sajikan informasinya untuk anda.

Banyak Keluarga yang Masih Bertahan di Bawah Tenda Darurat

Keterangan: Ibu Nurlina, Perempuan Paruh Baya Mengisi Air untuk Kebutuhan di Tenda Pengungsian (Foto: Media Indonesia)

Gempa dan tsunami Palu sudah berlalu lebih dari setahun lamanya. Namun, jarak waktu yang cukup panjang tersebut tak serta merta membuat kondisi masyarakat berangsur membaik.

Hari ini, masih banyak keluarga yang masih menjalani hidup di tenda-tenda darurat pengungsian, salah satunya Nurlina. Nurlina (60 tahun) berupaya menikmati hidup di pengungsian dengan keadaan yang cukup sulit.

Beliau harus mengisi air dengan jeriken, ember, atau loyang kosong untuk memenuhi kebutuhan air di pengungsian. Bahkan harus mengangkut air tersebut dari satu tempat ke tempat lainnya, tentu hal ini akan sulit dilakukan oleh wanita paruh baya ini.

Tidak ada harta atau rumah yang tersisa. Beliau tinggal bersama keluarganya di pengungsian dengan mengandalkan bantuan. Namun, jika bantuan tersebut tidak datang, maka Ibu Nurlina dan keluarganya harus berusaha sendiri untuk memenuhi kehidupannya.

Sementara itu, keadaan di Palu belum stabil seperti sebelumnya. Mereka akan kesulitan mencari pekerjaan.

Mayoritas Warga Lebih Memilih Hidup di Pengungsian

Keterangan: Warga Lebih Memilih Tinggal di Pengungsian, Palu (Foto: Regional Kompas)

Bukan hanya Nurlina bersama keluarganya yang bertahan hidup di pengungsian. Warga yang mengalami musibah gempa bumi dan likuifaksi lainnya pun terpaksa masih bertahan untuk hidup di tenda-tenda darurat yang semakin hari semakin aus kondisinya.

Hingga kini, terdapat 251 kepala keluarga atau 1.010 jiwa yang lebih memilih hidup di pengungsian Balaroa, Kecamatan Palu Barat. Kendatipun sejumlah pihak pemerintah dan lembaga kemanusiaan mendirikan bantuan huntara (hunian sementara) di sana, namun jumlahnya belum mencukupi.

Sahabat Abadi, kehidupan tidak selamanya berjalan mulus. Kadang bencana datang menguji setiap diri manusia untuk lebih mengingat Allah. Semoga bantuan untuk para pengungsi di Palu segera terpenuhi dan lebih merata, sehingga mereka dapat menjalani kehidupan dengan baik seperti sedia kala. (izzah/abadi)

 

Salurkan Kepedulian untuk Pengungsi Palu melalui Amal Bakti Dunia Islam

https://infoabadi.org/donasi-abadi/

Atau bisa juga melalui nomor rekening

Bank Mandiri Syariah (451) 7117976337

a.n. Amal Bakti Dunia Islam

Konfirmasi donasi:

Call/SMS/WA: 0878 6455 6406

Masalah Baru Pengungsi Lombok: 117 Orang Terjangkit Malaria Termasuk Bayi dan Ibu Hamil

Masalah Baru Pengungsi Lombok: 117 Orang Terjangkit Malaria Termasuk Bayi dan Ibu Hamil

Lombok–Prajurit TNI bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Daerah Lombok Barat melaksanakan fogging di sekitar pengungsian warga di Desa Balai Luwu, Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Lombok Barat. (Foto: Kabar Indo Timur)

Gempa yang menghujam Lombok beberapa waktu lalu, ternyata tak hanya mengakibatkan masyarakatnya kehilangan harta benda. Wabah penyakit malaria kini menjadi masalah baru yang menghantui para pengungsi terdampak gempa di Lombok.

Tercatat 117 pengungsi di Lombok Barat, termasuk di antaranya bayi dan ibu hamil dinyatakan terjangkit Malaria.

Wabah yang mulanya hanya ada di dua desa yaitu Desa Bukit Tinggi dan Desa Mekar Sari, kini menyebar hingga ke sepuluh desa. Seperti itulah penuturan dari Kepala Dinas Kesehatan Lombok Barat, Rahman Sahnan Putra.

Penularannya terbilang cepat, terlebih jika daya tahan tubuh lemah, maka penyakit tersebut mudah menjangkit pengungsi.

Prajurit TNI bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Daerah Lombok Barat melaksanakan fogging di sekitar pengungsian warga di Desa Balai Luwu, Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Lombok Barat. (Foto: Kabar Indo Timur)

Malaria tentulah bukan wabah yang bisa disepelekan atau ditunda penanganannya. Penyakit yang menyebar melalui gigitan nyamuk yang sudah terinfeksi parasit Plasmodium  ini, memang sering menjangkit sejumlah area dengan lingkungan yang tidak sehat.

Sejauh ini, kelambu, fogging, dan  cairan anti gigitan nyamuk menjadi solusi sementara untuk mencegah wabah penyakit semakin meluas.

Dilansir dari Tribun News, diperlukan sekitar 8-10 ribu kelambu untuk melindungi seluruh pengungsi di Lombok Barat dari gigitan nyamuk malaria. Sampai saat ini, hanya sekitar dua ribu kelambu yang mampu diberikan pemerintah daerah.

Pemerintah Daerah Lombok Barat tidak dapat memenuhi kebutuhan kelambu, diakrenakan hal tersebut  membutuhkan anggaran dan logistik dalam jumlah besar.

Di sisi lain, wabah malaria yang menyerang pengungsi sudah memasuki kategori darurat.

Tenda darurat di untuk pelayanan kesehatan di Lombok. (Sumber Foto: Tribun News)

Kemualiaan hati dari para donatur memang sangat dibutuhkkan masyarakat Lombok saat ini. Terlebih kita adalah saudara seiman, seibu pertiwi, yang tak mungkin tak terenyuh mendengar kabar kesulitan saudaranya.

Semoga Allah senantiasa memudahkan kita dalam setiap jalan amal menuju kemuliaan. (history/abadi)

Sumber: Harapan Amal Mulia