Bantu Donggala Bangkit, Abadi Bangun 2 Hunian Nyaman untuk Warga

Bantu Donggala Bangkit, Abadi Bangun 2 Hunian Nyaman untuk Warga

B

Abadi, Donggala – Upaya Abadi bantu warga Donggala bangkit pasca  gempa terus berlanjut. Kali ini, Abadi membangun dua buah hunian layak untuk keluarga Papa Jo dan Papa Rani, begitu mereka biasa dipanggil. Jumat (29/03), satu hunian untuk  keluarga Papa Rani di Dusun 8, Desa Saloya, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah telah selesai dibangun. Sedangkan hunian kedua keluarga Papa Jo yang berada di dusun yang sama untuk rampung pada Sabtu (30/03).

Pengungsi Gempa Palu

Bekerja sama dengan Damai Aqsa Foundation (DAF), Abadi memberikan bantuan hunian layak tinggal untuk dua keluarga di Kabupaten Donggala. (Dok. Abadi)

Bukan lagi hunian sementara, hunian yang merupakan hasil kerja sama Abadi dengan Lembaga Damai Aqsa Foundation (DAF) adalah sebuah hunian semi permanen yang nyaman dan tentu lebih layak untuk ditinggali.  Disampaikan Umi Raihana, salah satu relawan Abadi di Palu, sejumlah warga turut bahu-membahu menyelesaikan pembangunan hunian nyaman tersebut. Ada pula yang warga yang menyumbangkan kayu dan sejumlah bahan material pendukung.

Korban Gempa Palu

Hunian nyaman dari Abadi untuk keluarga Papa Jo, korban gempa Pasinggala (Palu, Sigi, Donggala) rampung dibangun pada Sabtu (30/04). (Dok. Abadi)

Papa Jo sempat menyatakan rasa  syukurnya atas bantuan tersebut. “Sangat bahagia, merasa beruntung sekali mendapatkan (bantuan) ini”, ujarnya.

Baca juga:
Mama Ato Dedikasikan Rumah dari Abadi sebagai Tempat Belajar Alquran

Istri Papa Rani juga mengungkapkan hal serupa. “Berterima kasih kepada tim Abadi atas pemberian hunian tetapnya. Saya berdoa kepada Allah Swt., semoga warga yang lain juga dapat mendapatkan bantuan seperti ini”.

Bantuan Korban Gempa Palu

Proses pembangunan hunian untuk keluarga Papa Rani di Dusun 8, Desa Saloya, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. (Dok. Abadi)

Kondisi ekonomi yang sulit mengakibatkan warga kesulitan untuk membangun hunian yang layak setelah rumah sebelumnya hancur diguncang gempa. “Alhamdulillah, setelah kita diskusi, ternyata Qadarullah, bantuan dari para donatur cukup untuk membangun hunian tetap bagi saudara-saudara kita yang tertimpa musibah di sini. Karena di sini susah sekali bagi mereka untuk bisa membangun kembali rumah yang layak dan nyawan. Huntara mungkin  hanya bisa bertahan 1 atau 2 saja, tapi rumah tetap ini Insya Allah akan kuat hingga 10 sampai 15 tahun ke depan”, tutur Umi Raihana, salah satu relawan Abadi. (history/abadi)

Abadi Kembalikan Tawa Anak-anak Korban Gempa Palu

Abadi Kembalikan Tawa Anak-anak Korban Gempa Palu

Keterangan Foto: Trauma healing oleh tim ABADI yang dilaksanakan pada Ahad, 21 Oktober 2018 di Desa Tenggoro Kec. Palu Utara

Palu–Gempa yang mengguncang Palu 28 September lalu menyisakan berbagai dampak yang memprihatinkan. Bukan hanya hilangnya ribuan nyawa atau parahnya luka, lebih dari itu ada rasa trauma yang bisa jadi tak akan hilang dalam waktu sekejap pada diri mereka yang terlihat baik-baik saja.

Anak-anak menjadi kelompok rentan yang paling membutuhkan penanganan trauma akibat peristiwa pilu yang mereka alami.

Bersamaan dengan disalurkannya bantuan logistik dari Amal Bakti Dunia Islam (ABADI) untuk pengungsi Palu, dukungan psikologis juga tak lupa kami distribusikan kepada anak-anak korban gempa.

trauma healing Palu
trauma healing Palu (21/10)

Masing-masing mereka mempunyai cerita sedih yang tak mungkin tak membuat nurani orang dewasa tersentuh.

Tetapi, wajah-wajah lugu mereka terus melengkungkan senyumnya sejak tim ABADI mulai ‘mengobati’ mereka dengan berbagai permainan dan aktivitas menyenangkan.

 

trauma healing Palu
Anak-anak korban gempa Palu di  Desa Tenggoro Kec. Palu Utara saat mengikuti trauma healing

Sejak pagi, anak-anak pengungsi di Desa Tenggoro Kec. Palu Utara telah berkumpul di tanah lapang yang tak jauh dari tenda pengungsian. Jangan bayangkan bahwa pagi di sana sejuk dan diselimuti sinar matahari yang hangat, karena pagi di Palu sudah cukup membuat sekujur tubuh berkeringat .

Trauma Healing Palu
Trauma Healing Palu (21/10)

Meski begitu, anak-anak pengungsian seolah tak pernah mengenal kata lelah. Tak peduli seberapa sulit hidup mereka saat ini, fitrah mereka tetaplah seorang anak yang akan bahagia ketika dapat berkumpul dan bermain bersama. Tawa riang anak-anak pengungsi mewarnai sepanjang jalannya trauma healing yang dilakukan tim ABADI.

Mereka juga tak ragu untuk berlari, meloncat, ataupun mengepakkan tangannya ketika diminta menirukan gerakkan binatang.

Semoga mereka tumbuh menjadi manusia-manusia tangguh, cerdas, serta mempunyai keimanan yang kokoh. (history/abadi)

20 Tahun Pemiliknya Bagikan Air Gratis untuk Warga, Rumah Ini Kokoh Berdiri Meski Diterjang Tsunami

20 Tahun Pemiliknya Bagikan Air Gratis untuk Warga, Rumah Ini Kokoh Berdiri Meski Diterjang Tsunami

Keterangan Foto: Rumah (cat kuning) tetap kokoh meski diguncang gempa dan tsunami pada 28 September 2018 (Dok. Amal Mulia)

فَأَنْجَيْنَاهُ وَأَصْحَابَ السَّفِينَةِ وَجَعَلْنَاهَا آيَةً لِلْعَالَمِينَ

“Maka kami selamatkan Nuh dan penumpang-penumpang bahtera itu dan kami jadikan peristiwa itu pelajaran bagi semua umat manusia.” (QS. Al-Ankabut: 15)

Palu–Ayat tersebut berkenaan dengan diselamatkannya Nabi Nuh dan orang-orang beriman dari banjir bandang yang menenggelamkan kaum yang menolak kebenaran.

Banyak kita menemukan kisah sedih lahir dari peristiwa getir gempa dan tsunami Palu. Kehilangan, kerusakan, yang bahkan berdampak pada kelaparan. Namun, tak sedikit pula kisah menakjubkan datang dengan membawa hikmah dan pelajaran berharga.

Salah satunya datang dari Pantai Talise, Kelurahan Panau, Kec Tawaeli, Kota Palu. Sebuah rumah tetap berdiri kokoh meski  tsunami datang menghempasnya. Padahal, rumah-rumah  di sekelilingnya hancur, hingga rata dengan tanah.

Rumah bagi-bagi Air
Pasca gempa dan tsunami, sumber air di rumah yang tetap kokoh tersebut terus mengalir memberi manfaat untuk warga sekitar (Dok. Amal Mulia)

Menurut penuturan Tim Amal Mulia yang menelusuri tempat kejadian, pemilik rumah sudah mengungsi ke tempat yang lebih aman karena khawatir akan adanya gempa susulan.

Tim Amal Mulia yang menelusuri tempat kejadian begitu terheran menyaksikan kejadian menakjubkan tersebut dan mencari siapa sebenarnya pemilik rumah bercat kuning ini.

Menurut keterangan salah seorang warga, pemilik rumah merupakan seorang dermawan yang telah lebih dari dua puluh tahun membagi-bagikan air bersih secara gratis kepada warga sekitar.

Meski pemilik berada di pengungsian, sumber air dari rumah tersebut masih  mengalirkan manfaat untuk umat, terlebih kondisi sedang begitu sulit di sana. Keberkahan amal soleh yang diberikan sang dermawan, Insya Allah akan menjadi jariyah yang terus mengalir di akhirat kelak.

Palu
Kondisi Pantai Talise pasca gempa dan tsunami menerjang kota Palu (Foto: Kumparan)

“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah, kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS Al-Baqarah [2]: 281)

Data dari BNPB menyebutkan sebanyak 66.926 rumah rusak akibat gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah yang terjadi pada 28 September lalu. Jumlah pengungsi pun mencapai 62.359 orang, dan tersebar di wilayah Palu, Sigi, dan Donggala.

Sumber: Harapan Amal Mulia

Kisah Gempa Palu: Surantina Mengendong Anaknya Berlari Ke Bukit Dalam Kondisi Hamil Besar

Kisah Gempa Palu: Surantina Mengendong Anaknya Berlari Ke Bukit Dalam Kondisi Hamil Besar

Keterangan Foto: Surantina (kaos putih) tengah mengunjungi reruntuhan rumahnya di Kampung Bamba Kadongo,  Kelurahan Panau, Kecamatan Taweli, Kota Palu (01/09)

Palu–Surantina (kaos putih) tengah mengunjungi reruntuhan rumahnya di Kampung Bamba Kadongo,  Kelurahan Panau, Kecamatan Taweli, Kota Palu (01/09)

Kesedihan jelas tampak pada wajah Surantina (38), ketika ia mengunjungi reruntuhan rumahnya di Kampung Bamba Kadongo,  Kelurahan Panau, Kecamatan Taweli, pasca gempa melanda kota Palu (28/09). Rumah dengan suasana hangat, tempatnya bercengkrama dengan keluarga kini hanya tinggal puing-puing bangunan yang rata dengan tanah.

Dalam perbincangan, Surantina yang sedang hamil besar pun menceritakan kisahnya, ketika terjadi gempa bumi. Ia tengah di rumah bersama anaknya yang masih berumur sepuluh bulan, Jestin Rafasya. Mendadak, bumi berguncang hebat, dinding rumahnya terbelah.

“Saya refleks langsung lari ke luar rumah sambil gendong Jestin di bahu. Saya tak peduli lagi hamil. Yang saya pikirkan bagaimana saya dan anak saya selamat” jelas Surantina.

Sedangkan suaminya, Jefrie (29) berusaha menyelamatkan ibu dan saudara-saudaranya yang masih di dalam rumah. Alhamdulillah semua anggota keluarga mereka selamat.

Tak Ada Susu, Anak Surantina Minum Air Gula

 Surantina mengatakan, sejak gempa bermagnitudo 7,4 skala richter mengguncang kotanya, ia kesulitan untuk memperoleh makanan.

‘’Saya makan pisang, kentang, kacang-kacangan buat bertahan hidup sama keluarga. Anak saya kasih air gula,” ujarnya sambil meneteskan air mata.

“Kami minum dari air sungai. Kami masak. Airnya kami endapkan” tambahnya.

Prediksi Dokter Tentang Kehamilannya

Pada usia kandungannya yang menginjak delapan bulan, Surantina semakin bingung dengan bagaimana proses kelahirannya kelak. Pasalnya, saat terakhir diperiksa September lalu, dokter menyatakan janin dalam kandungannya berada dalam posisi melintang.

‘’Harus cesar kata dokter. Uang dari mana? Sekarang aja Cuma punya uang Rp 200 ribu. Tak bisa dipakai. Tak ada warung yang buka untuk sekedar beli susu untuk anak saya,’’keluhnya. (history/abadi)

Sumber olahan: Harapan Amal Mulia

Palu Dalam Keadaan Genting! Tak ada Makanan dan Obat-obatan

Palu Dalam Keadaan Genting! Tak ada Makanan dan Obat-obatan

Palu–Ribuan korban gempa dan tsunami Palu yang mengungsi di halaman Polda Sulawesi Tengah masih terus bertahan di lokasi meski kebutuhan logistik terus menipis. Situs berita Antara juga melaporkan berita duka tentang adanya lima warga yang meninggal di pengungsian akibat lukanya yang terlampau parah.

Palu Bagai Kota Mati

Keadaan pengungsian semakin mencekam kala malam mulai datang. Sampai Ahad (30/9), listrik kota Palu belum juga menyala. Hanya ada cahaya lampu dari beberapa kendaraan yang menyorot ke arah reruntuhan bangunan.

Palu

Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ferdinandus Setu mengatakan Kota Palu menjadi ‘kota mati’ pascagempa dan tsunami menerjang.

“Listrik mati, lebih dari 500 Base Transceiver Station (BTS) tidak berfungsi, toko-toko otomatis tutup, SPBU tidak berfungsi. Kota Palu seperti kota mati,” kata Ferdinandus menceritakan kesaksiannya seperti dikutip dalam Metrotv News.com.

Kebutuhan Mendesak Pengungsi

Gempa dan tsunami palu
Korban Gempa Donggala dan Tsunami Palu. (AFP PHOTO)

 Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan dengan banyaknya pengungsi kebutuhan bahan makanan dan obat-obatan begitu mendesak.

“Air bersih, bahan makanan, alat penerangan, genset, kantong mayat, kain kafan, makanan bayi dan anak, serta kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya ini menjadi kebutuhan yang mendesak,” ujarnya pada Minggu (30/9).

Diperkuat dengan pernyataan Koordinator posko Polda, Ahmar FN dalam CNN yang menyatakan bahwa hingga saat ini suplai makanan ke pengungsi masih sangat kurang. Sebagian besar pengungsi berasal dari Talise, kampung nelayan, Kelurahan Tondo.

Logistik Lumpuh, Penjarahan Terpaksa Dilakukan Warga

gempa dan tsunami palu
Warga menjarah baan bakar minyak di SPBU Jalan Imam Bonjo, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (30/9)

Beberapa warga korban gempa dan tsunami Palu, Sulawesi Tengah, menjarah mini market yang ada di sekitar kota. Penjarahan ditengarai terjadi karena belum meratanya pasokan bantuan kebutuhan pokok ke para pengungsi bencana gempa dan tsunami Palu yang terjadi pada Jumat lalu.

Setidaknya ada empat sampai lima market di kota Palu yang jadi target penjarahan warga. “Ambil makanan, makanan bayi-bayi,” tutu salah seorang penduduk yang turut mengambil barang, Sabtu, 28 September 2018 dalam Nasional Kompas.

Selain menjarah kebutuhan pokok, masyarakat juga menjarah beberapa SPBU di Palu. Warga menjarah SPBU untuk mendapatkan bahan bakar yang akan digunakan untuk kendaraan.

Sementara itu, angka korban meninggal akibat gempa dan tsunami kian tinggi. Sampai Ahad (30/9) siang, BNPB telah melansir jumlah korban meninggal dunia yang mencapai 832 jiwa.

Sampai saat ini, kebutuhan vital seperti makanan, minuman, dan obat-obatan masih sangat dibutuhkan para pengungsi di Sulawesi Tengah, khususnya di Palu.

Mari bantu ringankan beban saudara-saudara kita yang tengah tertimpa musibah gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah dengan doa dan donasi terbaik.

Rekening donasi:

Bank Syariah Mandiri
No. Rek (451) 711 7976 337
a/n Amal Bakti Dunia Islam

Untuk konfirmasi lebih lanjut, hubungi:
Call/SMS: 0878 6455 6406

Sumber Asli: Harapan Amal Mulia