3 Fakta Kehidupan Pengungsi di Khan Yunis, Jalur Gaza

3 Fakta Kehidupan Pengungsi di Khan Yunis, Jalur Gaza

Infoabadi.org – Mendengar saudara-saudara kita di Palu hidup pilu di pengungsian selama enam bulan saja sudah cukup membuat hati tercabik. Lalu bagaimana dengan pengungsi Palestina di Khan Yunis yang puluhan tahun tinggal di pengungsian?

Barak pengungsian Khan Yunis terletak sekitar dua kilometer dari pantai Mediterania, utara Rafah. Sekitar 87.816 warga Palestina yang terusir akibat datangnya Israel, tinggal di sana dengan kondisi yang memprihatinkan. Berikut fakta-fakta tentang pengungsian Khan Yunis yang telah kami rangkum:

Terperangkap Blokade di Pengungsian

Kehidupan di Gaza

Perang Arab telah mengakibatkan sekitar 35.000 orang melarikan diri ke Khan Yunis. Sebagian besar dari mereka berasal dari daerah Be’er Sheva. Sudah terusir, para pengungsi juga harus merasakan pahitnya hidup di wilayah blokade seperti Gaza.

Baca juga: Perjuangan Para Warga Gaza Bertahan Hidup Selama Ramadan

Sebagian besar pengungsi bergantung hidup dari bantuan UNRWA (Organisasi PBB yang mengurusi permasalahan pengungsi) yang belakangan ini terus berkurang. Seperti di barak pengungsian lain di Jalur Gaza, tak adanya air bersih menjadi masalah besar di pengungsian. Sekitar 90 persen pasokan air tidak layak untuk konsumsi manusia.

Sekolah Bergantian

Kehidupan di Gaza

Menurut data dari UNRWA, barak pengungsian Khan Yunis mempunyai 16 sekolah (pusat belajar) yang harus bisa menampung murid 19 sekolah.  Karena tidak adanya ruang yang cukup, anak-anak pengungsi belajar secara bergantian, di bagi ke dalam enam waktu.

Pengungsi Terus Bertambah, Infrastruktur Tak Berkembang

Keseharian di Khan Younis

Kumuh dan padat menjadi ciri khas dari barak pengungsian Khan Yunis. Terdapat sebagian pengungsi yang tinggal di bangunan berbeton, bantuan dari UNRWA. Meski begitu, banyak pula pengungsi tinggal di tenda-tenda sederhana dari terpal tipis, ditutupi kain tebal bekas selimut, karpet dan lain sebagainya. Tak banyak terlihat bangunan layak, apalagi tempat rekreasi untuk anak-anak. (history/abadi)

Sumber: Unrwa.org

Perjuangan Para Warga Gaza Bertahan Hidup Selama Ramadan

Perjuangan Para Warga Gaza Bertahan Hidup Selama Ramadan


Infoabadi.org – Kesulitan yang menjerat Gaza Ramadan tahun ini nampaknya tidak hanya dirasakan oleh warga yang dikategorikan miskin,  tapi juga oleh pegawai pemerintahan Gaza, seperti Nasser, Nael, dan Dalul.

“Aku tidak pernah membayangkan bahwa aku harus mencabut kulkasku sendiri, aku sering tidak punya makanan di dalamnya”, ujar Nasser Rabah dalam electronicintifada.net .

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, ia mengandalkan gajinya sebagai insinyur pertanian pemerintah Palestina. Rabah juga aktif sebagai penulis yang biasanya mampu memberikan penghasilan tambahan.

Dua tahun terakhir, Rabah tak mampu memberi anak-anaknya makanan yang layak karena ketiadaan biaya.

Baca juga: Potret Kesedihan Gaza Pasca Tragedi Hujan Roket

“Tapi selama dua tahun sekarang, saya bahkan belum bisa menyediakan makanan yang baik untuk anak-anak saya sendiri,” ujarnya.  

Ramadan yang Sulit untuk Warga Gaza

Pengakuan serupa diungkapkan oleh Nael Hamad, warga barak pengungsian Maghazi, Gaza Tengah yang sehari-hari bekerja sebagai pegawai di Kantor Agama Gaza.

Sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah telah menurunkan upah pegawainya. Bahkan sejak April 2019, sekitar 38.000 pekerja pemerintahan Gaza tidak menerima upah. Meskipun sempat diberi upah pada awal Mei, para karyawan mengeluh jumlah yang diberikan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan Ramadan.

Nael memiliki enam orang anak, dua di antaranya telah lulus dari perguruan tinggi namun sampai saat ini masih menganggur, satu anak masih berkuliah, dan tiga lainnya duduk di bangku sekolah.

Tak Ada Daging, Ikan, atau Buah Selama Ramadan

Muhammad Dallul, seorang pekerja sosial yang tinggal di wilayah Zaitun di Kota Gaza, juga mempunyai kisah yang tak jauh beda.

Dallul memiliki dua orang anak. Dua pekan sejak bergulirnya Ramadan, ia tidak mampu membeli daging, ikan, atau pun buah. Mereka harus puas dengan beberapa potong kentang saja untuk hidangan buka puasa.

Baca juga: Peduli Palestina, Istri Gubernur NTB Dukung Program Edukasi Abadi

Tak jarang, mereka hanya makan sahur dan buka dengan satu potong keju dan air.

Nasser, Nael, dan Dallul adalah tida dari sekian banyak warga Gaza yang terpaksa berhemat lebih ketat pada Ramadan 1440 ini. Tak bisa dipungkiri, blokade Israel menjadi cikal bakal berbagai krisis yang selama ini mencekik warga Gaza.

Bombardir roket Israel di wilayah Gaza menjelang Ramadan lalu juga semakin memperburuk perekonomian warga. (history/abadi)

Sumber: The Electronic Intifada

Salurkan Amanah Donatur, Abadi Bagikan Paket Buka Puasa kepada Pengungsi

Salurkan Amanah Donatur, Abadi Bagikan Paket Buka Puasa kepada Pengungsi


Abadi, Sulawesi Tengah- Alhamdulillah, berkat pertolongan Allah dan kepercayaan dari donatur, Abadi mampu menyambangi korban banjir bandang di Sigi dan berbagi paket makanan buka puasa kepada para pengungsi.

Sebanyak 250 paket dibagikan oleh para relawan Abadi Palu di Desa Bangga, Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, pada Selasa (14/05). Paket makanan yang diberikan terdiri dari takjil dan makanan berat.

Menurut Umi Raihana, salah satu kontributor Abadi di Palu, warga di pengungsian bukan hanya korban banjir bandang tapi juga korban gempa Sigi pada September 2018 lalu.

Pengungsi Gempa Donggala

“Ada yg mengungsi sejak 28 September  lalu saat gempa dan tsunami, ada juga yang mengungsi sejak tanggal 28 April setelah banjir bandang” tutur Umi Raihana.

Baca juga: Bantuan Sumur Bor Mudahkan Warga Kawatuna Jangkau Air Bersih

Beliau juga mengungkapkan, para penerima manfaat sangat bersyukur dengan adanya bantuan tersebut. “Mereka sangat bersyukur dan berterima kasih, karena sampai saat ini mereka masih sangat mengandalkan dapur umum untuk makanan sehari-hari”.

Ratusan warga Desa Bangga, Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah (Sulteng), mengungsi akibat rumah-rumah mereka rusak diterjang banjir akhir April 2019 lalu.

Ramadhan di Sigi

Desa Bangga menjadi wilayah tedampak banjir paling parah. Tercatat, sebanyak 551 rumah tertimbun serta 2259 jiwa terpaksa mengungsi dan harus direlokasi.

Mohon doa dan dukungan agar Abadi istikomah membersamai umat dan mampu meluaskan kebermanfaatan. Aammin. (history/abadi)

Potret Kesedihan Gaza Pasca Tragedi Hujan Roket

Potret Kesedihan Gaza Pasca Tragedi Hujan Roket

Infoabadi.org – Hujan roket yang terjadi di Gaza beberapa hari terakhir menyisakan kesedihan yang mendalam bagi warga Gaza. Bagaimana tidak, selain kehilangan orang-orang terkasih, mereka juga kehilangan rumah, tempat ibadah, tempat bermain anak-anak dan lain sebagainya.

Wakil Menteri Perumahan di Gaza, Naji Sarhan menyebutkan, 830 bangunan di Gaza telah hancur akibat serangan udara Israel yang dimulai sejak Jumat, 3 Mei 2019 lalu.

Sebanyak 130 bangunan di antaranya merupakan rumah susun. Akibatnya, ratusan warga Gaza  kehilangan tempat tinggal dan kebingungan mencari tempat tinggal sementara.

Ramadhan Gaza

Selain kehilangan tempat tinggal, warga Gaza juga kehilangan masjid mereka. Masjid Mustafa sebagai pusat peribadatan warga Gaza Barat turut menjadi sasaran serangan.  Untuk salat lima waktu dan tarawih, warga mendirikan sebuah tenda sederhana yang dibuat tak  jauh dari tempat masjid sebelumnya.

Ramadhan pertama di Gaza

Sebanyak tiga belas sekolah juga mengalami kerusakan parah akibat menjadi sasaran roket Israel. Kerusakan tersebut menimpa jendela-jendela kaca, pintu, dan dinding.

Setidaknya 27 orang telah gugur akibat serangan udara beruntun yang dilancarkan Israel dari Jumat (04/05) hingga Senin (06/05). Orang tua kehilangan anak-anak mereka, para anak menjadi yatim karena orang tua mereka yang turut menjadi korban.

Belum lagi puluhan korban luka yang masih berjuang menahan sakitnya di tengah krisis obat-obatan, tenaga medis, hingga listrik yang bisa saja tiba-tiba mati dan mengganggu perawatan mereka di rumah sakit.

Ramadhan Gaza

Toko-toko yang diandalkan warga dalam mencari penghidupan juga ikut dibombardir Israel. Apalagi, setiap menyambut Ramadan biasanya para pedagang di Gaza menyiapkan persediaan barang dagangan lebih banyak. Mereka berharap, kerugian penjualan selama satu tahun dapat tertutupi selama Ramadan. Namun sebelum Ramadan datang, toko dan dagangan mereka telah hancur lebih dulu.

Wakil Menteri Perumahan Gaza juga menyebutkan, kerugian yang dialami akibat hujan roket Israel mencapai 2 juta dolar.

Semoga Allah senantiasa mengaruniakan kesabaran kepada saudara-saudara kita di Palestina, khusunya yang berada di Gaza. (history/infoabadi)

Sumber: Alquds.co.uk,

Tak Sepele, Timah Panas Israel Mampu Leburkan Tulang Bak Debu

Tak Sepele, Timah Panas Israel Mampu Leburkan Tulang Bak Debu


Infoabadi.org – “Kurang lebih setengah dari korban luka yang kami tangani, tulang-tulang mereka telah berubah menjadi debu”

Pernyataan tersebut diungkapan oleh Dokter Thierry Saucier, seorang ahli bedah ortopedi asal Perancis yang bergabung dalam misi kemanusiaan, menangani korban Aksi Kepulangan Akbar di Palestina.

Beliau mengakui menangani korban-korban tersebut tidaklah mudah. Lebih dari 95 % korban yang ia tangani, terluka pada bagian tungkai bawah lutut  akibat menjadi sasaran timah panas Israel.

Bukan Luka Biasa

Blokade Gaza
Petugas medis mengevakuasi peserta Aksi Kepulangan Akbar yang terluka. (Sumber: The Electronic Intifada)

Thierry berujar, luka yang dialami para korban Aksi Kepulangan Akbar tak bisa disebut luka tembak biasa. Umumnya ketika peluru yang menembus bagian tubuh dikeluarkan, akan menyisakan luka luar yang sedikit lebih lebar dari ukuran peluru.

Hal yang tak biasa adalah, luka luar tersebut ternyata memberikan indikasi kerusakan jaringan lunak dan tulang. Luka luar terus meluas secara tidak proporsional dan sulit untuk diobati.

Baca juga:
Di Gaza, Setiap Sudut Kota Dipenuhi Korban Aksi Kepulangan Akbar

Setengah dari jumlah kasus yang ada, luka terus menembus hingga tulang dan menyebabkan terjadinya patah tulang multifragmen. Dengan kata lain, tulang-tulang mereka sudah hancur lebur, layaknya butiran-butiran debu.

Abadi Bersama Korban Aksi Kepulangan Akbar

Perbatasan Gaza

Lebih dari seribu korban luka Aksi Kepulangan Akbar diamputasi karena luka yang tak dapat diobati dan terbatasnya fasilitas kesehatan di rumah sakit Palestina. (Sumber: The Electronic Intifada)

Tak pantas rasanya apabila kita hanya berdiam diri mendengar saudara kita sulit sendiri dalam misinya menjaga tanah umat. Berkat pertolongan Allah dan kebaikan donatur, Abadi turut meringankan beban korban luka Aksi Kepulangan Akbar dengan menyalurkan sejumlah bantuan tunai pada November 2018 lalu.

Haulul Hamdi, Direktur Abadi langsung melakukan penyaluran tersebut di salah satu rumah sakit di Turki, tempat para korban dirujuk dari rumah sakit di Palestina.

Selama digelarnya Aksi Kepulangan Akbar, tak kurang dari 200 orang telah gugur. 23 ribu orang lainnya terluka dan kebanyakan dari mereka terpaksa kehilangan anggota tubuhnya.

Kendati demikian, belum ada tanda-tanda bahwa aksi ini akan segera berakhir. Dikutip dari berbagai sumber, peserta aksi tak akan menyerah hingga  mereka mendapatkan hak mereka ke tanah yang telah dirampas, serta dicabutnya blokade  yang mencekik. (history/abadi)

Sumber: Msf.org

Mari bersamai perjuangan saudara-saudara kita di Palestina dengan mengirimkan doa tertulus dan donasi terbaik.

Rekening Donasi:

Bank Syariah Mandiri
No. Rek (451) 711 7976 337
a/n Amal Bakti Dunia Islam

Untuk konfirmasi lebih lanjut, hubungi:
Call/SMS: 0878 6455 6406

Jarang Diberitakan, Kondisi Pengungsi Palestina Tak Kalah Memilukan

Jarang Diberitakan, Kondisi Pengungsi Palestina Tak Kalah Memilukan

Foto sampul hanya ilustrasi (pengungsi suriah)

Infoabadi.org – Saat ini, Jalur Gaza menjadi pusat objek pemberitaan isu-isu kemanusiaan dunia. Namun ada yang tak kalah memilukan dari kondisi penduduk Jalur Gaza. Yaitu mereka yang terusir dari tanah kelahiran mereka di Palestina dan kini mengungsi di beberapa negara tetangga.Merekalah pengungsi Palestina.

Siapakah Pengungsi Palestina?

Pengungsi Palestina adalah penduduk asli Palestina yang dipaksa untuk lari atau dengan sengaja diusir dari tanah kelahirannya sejak Israel mulai mengambil alih wilayah Palestina sejak tahun 1948. Meski warga Palestina berhak untuk kembali ke tanah air mereka,  enam puluh enam tahun terakhir Israel terus menghalang-halangi.

Baca juga: UPAYA PENGUNGSI PALESTINA BANGUN HUNIAN LEBIH LAYAK BERUJUNG PADA PENAHANAN

Mengapa Mereka terusir?

Kebijakan otoritas Zionis Israel berupaya mewujudkan tanah ekslusif yang hanya ditinggali oleh orang-orang Yahudi. Berbagai upaya dilakukan Israel untuk menguatkan eksistensi penduduk Yahudi di negeri para Nabi. Serangan hingga pembatantaian menjadi upaya Zionis mewujudkan cita-citanya tersebut.

Sekitar 50% dari seluruh desa di Palestina dihancurkan pada tahun 1948 dan banyak kota dibersihkan dari populasi Palestina. Pasukan Israel membunuh sekitar 13.000 warga Palestina dan secara paksa mengusir 737.166 warga Palestina dari rumah dan tanah mereka. Lima ratus tiga puluh satu desa Palestina seluruhnya dihuni dan dihancurkan.  

Baca juga: ABADI SALURKAN USD 3.400 UNTUK BANTU PENGUNGSI PALESTINA

Tragedi berlanjut pada tahun 1967. Pada tahun itu, Israel menduduki Tepi Barat dan Jalur Gaza, sehingga banyak warga Palestina yang terusir untuk kedua kalinya.

Ke mana Mereka Mengungsi?

Mayoritas dari mereka yang terusir mengungsi ke sejumlah negara tetangga. Lebih dari setengah populasi pengungsi tinggal di Yordania. Sekitar 15%  mengungsi ke Suriah dan Lebanon. Sebanyak 37,7% tinggal di internal ‘Israel’ yaitu Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Berapa Banyak Pengungsi Palestina Saat  Ini?

Palestina menjadi kelompok pengungsi terbesar di dunia dengan jumlah sekitar 7,2 juta orang. Jumlah tersebut merupakan sepertiga dari jumlah pengungsi di seluruh dunia. Lebih dari 4,3 juta pengungsi terlantar hingga akhirnya terdaftar untuk mendapat bantuan kemanusiaan dari PBB. 1,7 juta pengungsi lainnya tidak terdaftar dan hidup terkatung tanpa adanya bantuan kemanusiaan tetap.

 

Sumber: Al-wada.org

Bermodal Kreativitas, Seniman Gaza Hasilkan Karya Unik dari Gulungan Kertas

Bermodal Kreativitas, Seniman Gaza Hasilkan Karya Unik dari Gulungan Kertas


Infoabadi.org – Sejenak rehat dari kabar duka seputar hujan roket yang terjadi beberapa hari lalu, seorang seniman Gaza akhir-akhir ini menyita perhatian warga net dengan karya unik miliknya. Bagai cahaya matahari di tengah awan mendung, Iman at-Tayeb memancarkan sinar yang menyejukan mata  dengan karya tiga dimensi yang ia buat dengan media kertas warna.

Bukan sekedar menggoreskan cat dengan kuas di atas kertas, tapi Iman menyulap kertas menjadi sebuah karya bernilai seni tinggi.

Seniman Gaza

“Saya berpikir, mengapa bukan kertas saja yang menjadi bahan utama dalam lukisan”, tuturnya.

Baca juga: Mohammed Dedikasikan Ilmunya untuk Obati Pasien Anak di Pengungsian

Iman kembali berujar, “Kemudian saya menemukan terdapat sebuah seni di Jepang yang menggunakan media kertas berwarna. Saya ingin menjadi seniman pertama yang membawa seni serupa di Palestina”.

Inspirasi dari Gaza

Ketika masih duduk di bangku sekolah, Iman menyadari bahwa ia mempunyai ketertarikan dan kemampuan dalam mengolah bahan-bahan alami menjadi sebuah karya seni.

“Saya menemukan jati diri saya di sini. Maka, saya memberanikan diri untuk berinvestasi lebih banyak dan mulai mengembangkan keterampilan. Saya mengunggah karya saya  di media sosial.” ujar Iman.

kisah inspirasi di Gaza

Sebagai tanah yang diberkahi, Palestina, khusunya Gaza memiliki sejumlah seniman berbakat. Namun sayangnya, blokade ketat yang diberlakukan otoritas Israel mengakibatkan mereka sulit untuk berkembang dan melebarkan sayap.

Setiap gerak-gerik diamati, pintu perbatasan dijaga ketat bahkan tak ada celah untuk sekedar berniaga mencari sesuap nasi. (history/abadi)

Sumber: Middle East Monitor

Upaya Pengungsi Palestina Bangun Hunian Lebih Layak Berujung pada Penahanan

Upaya Pengungsi Palestina Bangun Hunian Lebih Layak Berujung pada Penahanan

Infoabadi.org – Setelah mengungsi untuk menghindari konflik, harapan akan kehidupan lebih baik pun belum tentu didapati para pengungsi Palestina di Lebanon. Ibrahim Ahmed Mustafa contohnya. Pengungsi berusia 25 tahun ini tak pernah membayangkan bahwa usahanya membangun rumah untuk keluarga harus berakhir dengan keputusan penahanan.

Ibrahim memutuskan untuk menikah dan menetap di Lebanon, tepatnya di barak pengungsian Burj as-Shamali di Kota Tirus, Lebanon. Ia berusaha keras mendapatkan izin pembelian bahan bangunan dari pemerintah daerah. Namun upaya itu terus mengalami kebuntuan karena prosedur rumit yang diberlakukan.

Merasa putus asa, Ibrahim akhirnya memutuskan untuk membeli bahan bangunan dari para penyelundup. Sedikit demi sedikit, rumah dibangun dengan tenggang waktu yang cukup lama karena bahan bangunan dan modal yang tak selalu ada.

Baca juga: Menyelamatkan Diri Dari Krisis Palestina, Terjebak Di Antara Kekalutan Suriah

Bagai petir di siang hari, pasukan keamanan melayangkan sebuah surat panggilan untuk menghadap ke Kantor Badan Inteligen Militer di Sidon pada 15 Februari 2019 lalu atas tuduhan membeli bahan bangunan ilegal. Padahal saat itu, hanya sedikit lagi saja rumah yang diingkan akan selesai dibangun.

Sebenarnya bukan hanya Ibrahim yang melakukan hal demikian. Pembelian bahan bangunan dari para penyelundup menjadi solusi terkahir yang sering kali ditempuh para pengungsi untuk membuat hunian yang lebih layak.

Kasus ini berhasil mengundang perhatian publik. Berbagai komunikasi dengan pejabat terkait diupayakan oleh sejumlah organisasi pembela HAM. Akan tetapi upaya-upaya tersebut tak berbuah manis. Ibrahim harus tetap mendekam di penjara Lebanon.

Konflik dan krisis yang terus terjadi di Palestina membuat sejumlah penduduknya terpaksa mengungsi ke beberapa negara tetangga, salah satunya Lebanon.Sedikitnya terdapat 12 barak resmi pengungsi Palestina di sana.

Baca Juga: Israel Langgar Gencatan Senjata, Warga Palestina Berguguran

Meski telah menetap sekian tahun, para pengungsi tetap diperlakukan seperti orang asing. Terdapat tujuh puluh jenis profesi yang tak boleh disandang para pengungsi Palestina. Akibatnya banyak di antara mereka yang tak punya pekerjaan dan tak mampu menutupi kebutuhan.

Para pengungsi di sejumlah barak juga dilarang membeli material bangunan kecuali dengan seizin pihak keamanan. Di antara bahan material bangunan yang dilarang adalah pipa air, kabel listrik, pintu dan jendela kayu dan besi, panel kaca, bahan-bahan semen, besi bangunan, pasir, ubin, aluminium, bahan cat, tangki air, serta generator. (history/abadi)

Sumber: Palinfo

Ikhtiar Abadi Bangun Kembali Satu-satunya Masjid di Dusun Tempo Sodo-Lombok

Ikhtiar Abadi Bangun Kembali Satu-satunya Masjid di Dusun Tempo Sodo-Lombok


Abadi, Lombok – Rangakaian gempa yang mengguncang Lombok pada pertengahan 2018 lalu, telah mengakibatkan berbagai fasilitas hancur. Bukan hanya rumah-rumah warga, namun masjid sebagai tempat salat berjamaah dan pusat syiar Islam pun ikut terdampak. Di Dusun Tempo Sodo, gempa telah menghancurkan Masjid Al-Hikmah sebagai satu-satunya masjid yang dimiliki warga.

Selama lebih dari setengah tahun, warga  bertahan menggunakan tenda darurat yang dibangun di samping reruntuhan masjid sebagai tempat salat berjamaah. Tenda yang luasnya tak seberapa itu juga menjadi tempat 50 anak dusun belajar membaca Alquran dan menuntut ilmu agama. Proses pembelajaran pun menjadi kurang efektif dan serba terbatas.

bantuan pembangunan masjid lombok

Menanggapi hal tersebut, Abadi berikhtiar membangun kembali Masjid Al-Hikmah di Dusun Tempo, Desa Santong, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok. Direncanakan sejak akhir Desember 2018 lalu,  Alhamdulillah, proses pembangunan masjid terus berlanjut. Pembangunan ini tak lepas dari hasil kerja sama Abadi dengan Yayasan Forkammi Lombok.

Selasa (19/03), Koordinator Pembangunan Masjid sekaligus Relawan Abadi, Pak Rahmat yang melakukan pemantauan ke lokasi pembangunan mengabarkan bahwa atap masjid sudah mulai dibangun. B

Lauhul Hamdi, Ketua Yayasan Abadi beharap pembangunan masjid dapat rampung sebelum Ramadan tiba.

“Kami berharap pembangunan bisa segera selesai dn dapat di gunakan oleh masyarakat pada bulan ramadhan tahun ini…”

kondisi masjid di lombok

Sebelumnya,  Abadi juga telah membangun sebuah MCK bagi warga di desa yang sama.  Pembangunan tersebut menjadi ikhtiar Abadi dalam menjembatani kebaikan donatur untuk kembali memulihkan Lombok pasca gempa.

Mohon doa dan dukungan agar ikhtiar kami membangun kembali masjid untuk warga Dusun Tempo berjalan lancar dan selalu berada dalam rida Allah Swt. (history/abadi)

Setidaknya 3 Meninggal Dunia dan 499 Rumah Rusak Akibat Gempa Lombok

Setidaknya 3 Meninggal Dunia dan 499 Rumah Rusak Akibat Gempa Lombok


Abadi, Lombok – Lombok kembali diguncang gempa. Dua gempa berurut-turut  terjadi di Lombok pada Ahad (17/03). Gempa pertama berkekuatan 5,2 SR berpusat di Lombok Timur sekitar pukul 14.09 WIB dan gempa kedua terjadi dua menit kemudian dengan kekuatan 5,4 SR. Setidaknya tiga orang meninggal dunia dan 499 rumah warga hancur akibat gempa.

Tiga korban tersebut diketahui terdiri dari dua orang Warga Negara Malaysia dan satu lainnya merupakan warga Desa Senaru, Lombok Utara. Ketiganya tertimpa longsoran tanah di area Air Terjun Tiu Kelep, Desa Senaru, Kecamatan Bayan, tempat di mana mereka tengah menikmati liburan akhir pekan.

Keadaan Pengungsi Gempa Lombok

Gempa Lombok yang terjadi pada Ahad (17/03) mengakibatkan ratusan rumah warga rusak. Foto: Fathul Rakhman/ Mongabay Indonesia

Sementara itu, data yang diperoleh tim Abadi dari dua kecamatan, yaitu Kecamatan Pringgasela dan Sembalun, menyebutkan tujuh orang warga terluka akibat tertimpa reruntuhan bangunan. Kebanyakan dari korban mengalami luka ringan di bagian kepala, tangan, dan kaki.

Gempa juga telah menyebabkan  499 rumah warga mengalami kerusakan dengan tingkat yang beragam. “(Sebanyak) 499 unit rumah rusak sedang dan rusak ringan,” cuit Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam akun Twitter-nya pada Ahad (17/3/2019).

Pihak pihak BPBD dan Dinas Kesehatan, serta Pemerintah Kabupaten Lombok Utara telah menurunkan 4 ambulans ke lokasi bencana beserta sejumah personel dan paramedis. (history/abadi)

Sumber: Detiknews, CNNIndonesia