Syekh Asyim Ajak Masyarakat Lombok Peduli Palestina

Syekh Asyim Ajak Masyarakat Lombok Peduli Palestina

Abadi, Lombok – Selama kurang lebih satu pekan, Syekh Ashim Al-Nabiih, seorang ulama Palestina berada di Lombok dan bersilaturahmi ke beberapa tempat. Dalam kunjungan tersebut, Syekh menceritakan tentang kondisi saudara-saudara kita di Palestina yang kini tengah menghadapi berbagai krisis kemanusiaan mematikan.

Selama acara berlangsung, terlihat para peserta sangat serius mendengarkan paparan Syekh Ashim yang ditemani seorang penerjemah, sembari menyaksikan foto-foto yang ditampilkan melalui proyektor. Tak sedikit dari jemaah yang sampai meneteskan air mata.

Edukasi Palestina

Selama tujuh hari di Lombok, Syekh akan mengunjungi beberapa tempat di Kota Mataram, di antaranya SMAN 1 dan SMAN 3 Mataram, Masjid Al-Mujahidin Taman Baru, dan Masjid Karang Taliwang.

 

Baca juga: Bangun Sinergi Bersama  Milenial Pejuang Palestina, Lombok

 

Semangat membela Masjid al-Aqsha dan Palestina pun ditularkan Syekh dengan meniti jejak kesukseskan Shalahuddin Al-Ayyubi merebut al-Aqsha dari tangan pasukan Salib.

Peduli Palestina

Dalam kunjungan tersebut, Syekh juga mengajak masyarakat Lombok untuk mendukung pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia di Gaza.

Masyarakat Palestina khususnya di Gaza telah mengamanahkan pembangunan sebuah masjid di daerah Ma’an, Khan Yunis, Jalur Gaza yang akhirnya dinamai sebagai Masjid Istiqlal Indonesia.

Donasi untuk Palestina

Pembangunan masjid ini mendapat dukungan dari berbagai instansi dan lembaga, khususnya lembaga kepalestinaan di Indonesia, termasuk salah satunya Abadi.

Mohon doa dan dukungan agar pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia di Gaza berjalan lancar dan selalu dinaungi oleh rida Allah swt. (history/abadi)

Sejak Gempa Mengguncang, Warga Solok Tak Berani Kembali ke Rumah

Sejak Gempa Mengguncang, Warga Solok Tak Berani Kembali ke Rumah

Abadi, Solok – Gempa yang tiba-tiba mengguncang Kabupaten Solok, Sumatera Barat Kamis (28/2) tengah malam membuat warga Solok Selatan berhamburan menyelamatkan diri keluar rumah. Warga semakin takut saat gempa besar yang kedua terjadi pagi harinya. Tak seperti saat gempa pertama terjadi, kali ini warga tak berani kembali ke rumahnya.

“Kami sudah nggak berani masuk rumah, karena sampai malam ini terasa gempa susulan. Jadi nggak berani. Takut menjadi korban,” jelas Emi Susnawati, salah seorang warga korban gempa di Jorong Koto Sungai Kunyit Kecamatan Sangir Balai Janggo, Kabupaten Solok Selatan.

Rumah-rumah yang awalnya hanya retak mulai rubuh di beberapa bagiannya. Sedangkan rumah yang mulanya baik-baik saja mulai terlihat retakan-retakan halus yang rawan.

“Gempanya mengentak. Pas pagi tadi agak diayun dan sepertinya tadi malam sudah ada (rumah) yang retak. Jadi pas paginya banyak yang roboh,” tutur Emi.

Baca juga: Dari Palestina untuk Korban Bencana Gempa Lombok

Warga terpaksa melalui malam yang dingin dan angin yang kencang di tempat terbuka. Hingga saat ini, sejumlah warga masih bertahan tinggal di tenda-tenda beratap terpal tanpa adanya dinding penghalang.

Bantuan logistik pun belum banyak diterima warga baik dari pemerintah daerah atau pun dari pihak swasta. Warga bertahan hidup dari bantuan donatur lokal, dan umbi-umbian yang di tanam di kebun sekeliling pengungsian.

Tercatat dua gempa mengguncang Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat pada Kamis, 28 Februari 2018 dengan masing-masing bermagnitudo 4,8 pada pukul 01.55 dengan kedalaman 11 kilometer dan magnitudo 5,3 dengan kedalaman 10 kilometer pada pukul 06.27.

Setidaknnya 48 orang terluka dalam peristiwa tersebut. Korban pada umumnya mengalami luka di kepala akibat tertimpa reruntuhan bangunan. Sejumah pasien bahkan meminta perawatan dilakukan di ruangan terbuka karena takut terjadi gempa susulan.Selain itu, sebanyak 343 unit rumah warga rusak dengan tingkat kerusakan yang beragam. (history/abadi)

Sumber: Detiknews

UNICEF: 2 Juta Anak Yaman Tak Bisa Bersekolah

UNICEF: 2 Juta Anak Yaman Tak Bisa Bersekolah

Abadi, Yaman – Lima tahun belakangan menjadi hari-hari yang kelam bagi anak-anak Yaman. UNICEF ( Badan perlindungan Anak Internasional) mengungkap datanya  bahwa sebanyak dua juta anak Yaman tak dapat mengenyam bangku pendidikan.  Ada bangunan sekolah tapi tidak ada kegiatan belajar mengajar di dalamya. Bangunan sekolah yang lain bahkan sudah luluh lantak tak bisa lagi dipakai.

Dalam cuitan di akun resminya, UNICEF mengatakan bahwa satu dari lima sekolah di Yaman telah hancur atau telah beralih fungsi menjadi pengungsian atau markas militer.

Yamana
Anak-anak yang terkena dampak perang Yaman membawa makan siang geratis yang disediakan pusat dstribusi makanan bagi pengungsi pada 03 November 2018 di Sana’a, Yaman. (Sumber: Middle East Monitor)

Mereka juga tak bisa memanfaatkan teknologi untuk sekedar mencari informasi. “Tidak ada internet, tidak ada komputer, dan tidak ada televisi,” cerita Ahmad (9), salah satu anak pengungsi di Kota Sana’a.

Kisah Ahmad yang dikabarkan Aljazeera itu menjadi gambaran tentang bagaimana kejamnya perang Yaman merampas masa kecil anak-anak Yaman yang seharusnya indah.

 

Baca juga: Sewindu Berlalu, Anak Suriah Tak Kunjung Dapatkan Hak-Haknya

 

Orang tua Ahmad mengisahkan, perang yang telah berlangsung hampir lima tahun itu membuat anak-anak terganggu emosionalnya “Ayahnya mencoba untuk membuat Ahmad bermain dengan anak-anak lain sesama pengungsi, tetapi ibu mereka mengatakan, suara bom dan (kondisi) kemiskinan juga mengganggu emosi anak-anak,” tulis Al Jazeera.

Informasi Dunia Islam
PBB menyebutkan hampir setengah dari polusai penduduk Yaman dilanda kelaparan. (Hani Mohammed/AP)

Sejak perang terjadi di Hodeidah Juni 2018 lalu, keluarga Ahmad memutuskan untuk pindah ke Sana’a, kota yang berjarak 250 kilometer dari Hodeidah. Selama di Sana’a, mereka tinggal di sebuah ruang sekolah yang kini menjadi tempat pengungsian warga.

Tak hanya anak-anak, perang yang makin pelik juga terus mengancam keselamatan warga sipil lainnya. Menurut PBB, empat belas juta orang, atau hampir setengah dari polusai penduduk Yaman dilanda kelaparan. Dua puluh dua juta lainnya hidup bergantung pada bantuan kemanusiaan. (history/abadi)

Sumber: Middle East Monitor, Aljazeera

Mama Ato Dedikasikan Rumah dari Abadi sebagai Tempat Belajar Alquran

Mama Ato Dedikasikan Rumah dari Abadi sebagai Tempat Belajar Alquran

ABADI, Palu – Berikhtiar membantu korban gempa Sulawesi Tengah  untuk kembali bangkit, Abadi membangun sebuah hunian untuk Mama Ato, seorang guru ngaji yang dikenal berjasa besar mengajarkan Alquran kepada warga sekitar. Tak langsung menerimanya, Mama Ato justru menghibahkan kembali bangunan hunian tersebut kepada warga untuk dijadikan musala dan rumah belajar Alquran.

“Ibu, huntara di desa ini baru ada satu, kami sangat bersyukur bisa mendapat bantuan karena selama ini belum ada bantuan yang kami terima. Bahkan kami tidak tahu kami di desa ini terdata sebagai korban atau tidak. “ ungkap Mama Ato kepada Umi Raihana, salah satu relawan Abadi.

Gempa Palu
Pada mulanya, Abadi berencana membuat sebuah hunian untuk Mama Ato, namun ia menghibahkan kembali hunian tersebut untuk dijadikan rumah belajar Alquran bagi warga.

Beliau kembali berujar, “Ibu , Huntara yang diberikan kepada kami, akan kami hibahkan lagi untuk umat, untuk saudara-saudara kami yang lain. Sebagai tempat bersama, tempat kita belajar bersama,..”

 

Baca juga: Abadi Kembalikan Tawa Anak-Anak Korban Gempa Palu

 

Lantas Mama Ato tinggal di mana?  Selama empat bulan terakhir, beliau dan keluarga tinggal dalam sebuah rumah berdinding terpal dan beratap bambu yang ditutupi daun kering. Keterbatasan ekonomi membuat Mama Ato dan keluarga tak mampu membangun kembali  rumahnya.

Gempa Bumi
Rumah yang ditinggali Mamah Ato dan keluarga (ujung kanan), sejak gempa Donggala menghancurkan rumahnya empat bulan lalu. (Dok. Abadi)

Menurut penuturan Umi Raihana, sejak kejadian gempa  masyararakat sekitar Desa Saloya, Kec.Sindue, Kab.Donggala. memeilki semangat baru untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa, termasuk dengan giat belajar membaca Alquran.

Perjalanan berjam-jam menuju Desa Seloya kami lalui di tengah jalan berdebu dan dipenuhi pemandangan reruntuhan bangunan di sekitar. Rasa miris dan pilu masih riuh dalam hati seolah masih tak percaya dengan apa yang telah menimpa saudara-saudara kita di Donggala.

Donggala

Tak mampu bangun kembali rumahnya yang rusak, sejumlah warga terpaksa tinggal di reruntuhan bangunan.(Dok. Abadi)

Empat bulan pasca gempa, tsunami dan likuifaksi melanda Palu, Donggala dan sekitarnya, masih belum terlihat banyak perubahan. Tenda-tenda pengungsian masih berjejer hampir di setiap sudut wilayah. Belum lagi reruntuhan bangunan yang hanya digeser sampai bahu jalan agar tak menghalangi kendaraan yang berlalu-lalang.

Palu belum mampu bangkit sendiri. Dukungan dan uluran tangan saudara-saudaranya masih sangat dibutuhkan. terbaik.(history/abadi)

Rekening donasi:

Salurkan donasi terbaikmu melalui:

Bank Syariah Mandiri

711.7976.337 a.n. Amal Bakti Dunia Islam

Narahubung: 087 8455 6406

Mohammed Dedikasikan Ilmunya untuk Obati Pasien Anak di Pengungsian

Mohammed Dedikasikan Ilmunya untuk Obati Pasien Anak di Pengungsian

ABADI, Palestina- Lulus dari pendidikan kedokteran di Kuba membuat Mohammed merasa sangat bersyukur. Bagaimana tidak, di tengah  situasi sulit yang terjadi di Palestina jangankan untuk kuliah di luar negeri,  untuk kebutuhan sehari-hari pun masih menjadi persoalan pelik yang sulit diatasi.Dari rasa syukur itu pula, Mohammed terinspirasi untuk dapat menolong saudara-saudara di tanah kelahirannya, Palestina.

Berbekal ilmu yang telah bertahun-tahun ia timba, Dr. Mohammed Abu Srour melewati setiap sudut kam pengungsian Aida, Bethlehem dan mengobati anak-anak yang sakit tanpa memungut biaya apa pun. Beroperasi sejak Oktober 2018, sudah sekitar 300 pasien anak-anak  diselamatkan Mohammed.

Dokter Palestina
Sejak empat bulan berjalan, Proyek Kuba telah berhasil mengobati 300 pasien anak-anak tanpa idpungut biaya apa pun. (Palestine News Network)

Krisis obat-obatan yang diperparah dengan tak adanya bahan bakar menjadi cerita lama yang semakin menjamur di wilayah konflik Palestina. Ribuan pasien terlantar, tak mendapat pengobatan. Alat kesehatan yang belum canggih juga mengharuskan sejumlah pasien dirujuk ke rumah sakit di luar negeri. Sedangkan sebagaian besar dari mereka hanya bergantung pada subsidi pemerintah dan suaka lembaga kemanusiaan.

“Proyek Kuba”, program yang terinspirasi dari sistem pelayanan kesehatan di Kuba, didedikasikan Mohammed untuk menyelamatkan nyawa anak-anak di pengungsian. Tak hanya menunggu mangsa, Mohammed turun langsung ke wilayah pengungsian untuk mengobati para pasien secara sukarela.

Masa Kecil yang Kelam

Bethelehem mempunyai sejarah tersendiri bagi Srour. Di sanalah ia lahir dan dibesarkan.  Pemandangan mengerikan tentang kelaparan, pengusiran bahkan penganiayaan menjadi pemandangan yang tak asing baginya.

Dengan pertolongan Allah, Mohemmed mendapat kesempatan untuk menempuh pendidikan tinggi di Universitas Ilmu Kedokteran La Habana, salah satu universitas bergengsi di Republik Kuba.

Dokter Palestina
Mohammed lahir dan dibesarkan di Bethlehem. Ia tak ingin masa kecilnya yang dipenuhi berbagai kisah pilu, terjadi juga pada anak-anak lain.( Palestine News Network)

Delapan tahun hidup terlunta di negeri orang, pemuda 27 tahun itu berjuang keras untuk bertahan hidup dan menyerap sebanyak-banyaknya ilmu.

Menurut Mohammed, masa kanak-kanaknya yang sulit tak boleh dirasakan oleh anak lain.  Pengalaman yang kelam, harus menjadi pelajaran berharga untuk bertumbuh menjadi pribadi yang berguna. “Saya mengalami banyak kesulitan, tetapi hari ini saya mendapat hadiah terbaik dengan melihat cita-cita saya menjadi nyata….. ”  ungkapnya.

Ia juga berharap masyarakat Palestina bisa mendapatkan layanan kesehatan yang lebih baik lebih baik di Palestina. “Di masa depan, saya ingin melihat masyarakat Palestina menikmati sistem kesehatan masyarakat yang gratis dan berkualitas”, ungkapnya. (history/abadi)

Sumber: Palestine News Network

Daftar Korban Aksi Perbatasan Kian Bertambah dengan Adanya Al-Ibrak Al-Lail

Daftar Korban Aksi Perbatasan Kian Bertambah dengan Adanya Al-Ibrak Al-Lail

ABADI, Palestina– Daftar warga Palestina yang syahid akibat serangan Israel tak mungkin bisa dikurangi, daftar korban luka pun tak bisa dihindari dan bahkan kini kian bertambah dengan adanya aksi Al-Irbak Al-Lail (Kebingungan Malam Hari). Sekitar 20 peserta terluka dalam aksi yang digelar pada Ahad (17/2) malam di Jabalia Timur, Gaza Utara tersebut. Sementara satu orang bocah mengalami luka tembak di kamp Barij, Gaza Tengah.

Dengan hati-hati, para pemuda Palestina berjalan mengendap di antara kegelapan. Setelah sampai di perbatasan, mereka mulai membakar ban dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan.

Baca juga: 1.000 Korban Tembakan Zionis Di Gaza Beresiko Mengalami Infeksi Fatal

Di sisi lain, serdadu Zionis memantau dari kejauhan dengan seperangkat senjatanya.  Beberapa saat kemudian, mereka melancarkan  tembakan dari tank ke dua titik di Bet Hanun. Sejumlah insfrastruktur pun akhirnya rusak karena tembakan tersebut.

Aksi Kepulangan Akbar
Kaum disabilitas Palestina turut serta dalam aski Al-Irbak Al-Lail, Timur Gaza (11/2). (Sumber: Palinfo)

Sebelumnya, dilansir dari Ma’an News seorang warga Palestina ditembak pada bagian kaki pada aksi Kamis (14/2) malam di sebelah timur Rafah, Jalur Gaza. Sementara itu, semburan gas beracun juga menyebabkan sejumlah warga Palestina sesak dan lemas.

Gencarkan Aksi, Suarakan Pembebasan

Great Return March
Al-Irbak Al-Lail diisi dengan aksi pembakaran ban dan pengumandangan lagu-lagu kebangsaan (Sumber: Palinfo)

Lebih dari tujuh puluh tahun terusir dari rumah sendiri dan lebih dari dua belas tahun terkungkung blokade, warga Palestina tak pernah menyerah dalam menyuarakan kebebasannya. Setelah 47 pekan Aksi Kepulangan Akbar melelahkan pertahanan Zionis,  mereka tak  membiarkannya tidur nyenyak dengan menggelar aksi AlIrbak Al-Lail.

Baca juga: Abadi Salurkan Bantuan Untuk Korban Aksi Kepulangan Akbar Di Turki

Pada November 2018 lalu, aksi Al-Irbak Al-Lail ini sempat terhenti setelah para mediator internasional seperti Mesir, Qatar, dan PBB mencapai kesepahaman agar penjajah Israel ‘melonggarkan’blokadenya terhadap Gaza. Namun karena Israel tak menyetujui kesepahaman tersebut,  aksi Al-Irbak Al-Lail kembali digelar masyarakat Palestina pada pekan ketiga Februari 2019 ini.

Korban luka terus bertambah, perlawanan belum bisa  dihentikan. Namun, pasokan obat-obatan dan fasilitas medis tak ada kemajuan. Ribuan korban luka terlunta tak mendapatkan pengobatan. (history/abadi)

Sumber: Palinfo, International Aqsa Institute

 

Bantu mujahid Palestina meneruskan perjuangannya dengan doa dan donasi terbaik.

Rekening Donasi:

Bank Syariah Mandiri
No. Rek (451) 711 7976 337
a/n Amal Bakti Dunia Islam

Untuk konfirmasi lebih lanjut, hubungi:
Call/SMS: 0878 6455 6406

Dongeng Palestina, Ajak Anak-anak Peduli Sejak Dini

Dongeng Palestina, Ajak Anak-anak Peduli Sejak Dini

 

ABADI, Lombok – Puluhan anak berbusana muslim sudah duduk rapi saat kakak-kakak Abadi datang. Wajah mereka semakin sumringah melihat kami yang datang dengan sejumlah boneka tangan. Gelaran Dongeng Inspiratif Palestina berlangsung pada Rabu (13/2) di TPQ At-Taqwa, Perumahan Lingkar Muslim, Mataram.

Sesaat setelah Kak Fauzan sang pendongeng menyapa,  suasana jadi penuh dengan tawa. Dalam kesempatan itu, Kak Fauzan menyampaikan kisah ulat dengan kayu.

edkasi palestina
Gelaran Dongeng Inspiratif Palestina pada Rabu (13/2) di TPQ At-Taqwa, Perumahan Lingkar Muslim, Mataram. (Dok. Abadi)

Kisah kehidupan di hutan,,

Kayu yang mengering dan daunnya berguguran…

Hanya tinggal satu pohon yang memiliki 3 helai daun…

dan ada tiga ulat yang datang menangis kelaparan,, meminta daun si pohon…

Pohonnya pemurah dan ikhlas berbagi…

 

Baca juga: Bangun Sinergi Bersama  Milenial Pejuang Palestina, Lombok

 

Begitulah kira-kira yang disampaikan Kak Fauzan, dengan wajah ekspresif dan suara nyaring ciri khas seorang pendongeng. Perasaan antusias sekaligus penasaran jelas terpancar dari raut wajah anak-anak.

 

Dongeng Inspiratif Palestina

Dongeng Inspirasi Palestina
Anak-anak terlihat antusias dan semangat menyimak alur cerita yang disampaikan Kak Fauzan. (Dok. Abadi)

Program Dongeng Inspiratif Palestina merupakan salah satu media edukasi melalui cerita atau kisah, yang mudah dimengerti oleh anak. Selain dapat menumbuhkan kepedulian terhadap sesama, dongeng juga dapat melatih kreatifitas dan imajinasi anak dalam berkarya.

Berbagai persoalan kemanusiaan yang terjadi di Palestina menjadi motivasi tersendiri bagi Abadi untuk mengedukasi masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak agar  mulai peduli pada kesulitan saudaranya sendiri.

 

Terdapat banyak kisah inspiratif yang bisa diteladani dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di Palestina.  Misalnya hebatnya anak-anak Gaza menghafal Alquran di usianya yang masih belia. Atau tegarnya masyarakat Palestina bertahan dari serangan Israel, Kisah Isra’ Mi’raj, ibunda Maryam, dan kisah-kisah lainnya yang tentunya dikemas dengan bahasa yang mudah dimengerti. (history/abadi)

 

Ingin sekolah/madrasah/komunitasmu didongengi kakak-kakak Abadi?  Silakan hubungi narahubung kami di 0878 6368 2662.

Bangun Sinergi bersama  Milenial Pejuang Palestina, Lombok

Bangun Sinergi bersama  Milenial Pejuang Palestina, Lombok

ABADI, Lombok – Kamis, 7 Februari 2019 menjadi hari istimewa bagi para pemuda Lombok, khususnya mereka yang selama ini giat membela saudara-saudara kita di Palestina. Hari itu ukhuwah dirasa semakin menguat, memantapkan semangat perjuangan yang kian menggelora dalam jiwa sang pemuda. Itulah hari, diberlangsungkannya acara bertajuk Meet and Greet Milenial Pejuang Palestina.

Paduan antara tiga kekuatan besar, yaitu semangat pemuda, ukhuwah, dan ghirah perjuangan  terpancar jelas dalam  acara yang dilaksanakan di Kafe Edukasi, Kota Mataram.

Seluruh pengurus dan relawan Abadi serta pecinta Palestina dari sejumlah komunitas hadir berkumpul dan berbagi tawa dalam satu meja. Dalam kesempatan tersebut, Direktur Abadi, Luhul Hamdi juga menyampaikan sejarah panjang datangnya Zionis ke tanah Palestina, serta ajakannya untuk  menunjukan aksi nyata.

Amal Bakti Dunia Islam

Blokade yang diberlakukan Israel selama kurang lebih satu dasawarsa telah mengakibatkan lumpuhnya sendi-sendi kehidupan Gaza. Krisis pangan, listrik, dan obat-obatan telah menjadi cerita  sehari-hari yang kian mengkhawatirkan. Jutaan penduduk hanya bergantung hidup dari bantuan kemanusiaan yang tak pasti datangnya.

Baca juga: Abadi Salurkan Bantuan Untuk Korban Aksi Kepulangan Akbar Di Turki

Bebasnya Al-Aqsha dan merdekanya Palestina adalah suatu keniscayaan yang telah dijanjikan oleh-Nya. Tinggal menentukan seberapa besar peran kita dalam misi pemenangan tersebut. Pejuang sejati tentu lebih istimewa posisinya di mata Allah Swt.

Itulah mengapa dalam kesempatan meet and greet tersebut, Abadi mengajak relawan dari berbagai latar belakang itu untuk bergabung menjadi relawan Abadi dalam program pembangunan Masjid Istiqlal Indonesia di Khan Yunis, Gaza dan program lain dalam tiga bulan ke depan.  Semangat para pemuda membuat mereka tak pikir panjang untuk dapat bergabung dalam misi perjuangan tersebut.

Abadi

Sudah setahun ini, Abadi berkhidmat membersamai perjuangan rakyat Palestina yang kini berada dalam cengkraman otoritas pendudukan. Abadi juga turut mengambil peran dalam ikhtiar menunaikan amanah rakyat Palestina untuk masyarakat Indonesia dalam membangun Masjid Istiqlal Indonesia di Khan Yunis, Gaza.

Sejatinya, Allah lah yang telah merancang pertemuan tersebut. Allah pula yang menjadikan hati mereka tergerak untuk peduli dan berjuang untuk Palestina. Maka semoga pula Allah mengistiqomahkan perjuangan mulia ini, dan senantiasa melimpahkan keberkahan dalam setiap ikhtiar yang dilakukan. Aamiin (history/abadi)

Sewindu Berlalu, Anak Suriah Tak Kunjung Dapatkan Hak-haknya

Sewindu Berlalu, Anak Suriah Tak Kunjung Dapatkan Hak-haknya

ABADI, Suriah – Sewindu berlalu sejak perang saudara berkecamuk di tanah Suriah, berbagai krisis kemanusiaan semakin berkembang dan naik ke permukaan. Badan Pengawas PBB menggaris bawahi salah satu ‘PR’ kemanusiaan tersulit di Suriah, yaitu tak terpenuhinya hak-hak  anak di pengungsian.

Musim dingin suriah
Anak-anak pengungsi Suriah di salah satu kamp pengungsian di Turki. (Sumber: AhlulBayt News Agency)

Ribuan anak dibunuh, disiksa, dan diperbudak selama perang saudara terjadi di Suriah. Sudah jelaslah krisis pangan, tempat tinggal, dan obat-obatan yang menyiksa kehidupan para pengungsi selama ini.

Pelecehan  juga menjadi kasus lain yang tak kalah memilukan. Ratusan anak terlahir tanpa tau siapa dan dari mana asal bapaknya. Tak ada pembelaan ataupun pengakuan.

Baca juga: Tak Kuasa Tahan Dingin, 15 Anak di Suriah Meregang Nyawa

Imbasnya, mereka tak dapat mendaftarkan kelahiran di catatan Negara. Padahal, itulah ‘tiket’ sang anak untuk mengakses layanan pendidikan, kesehatan, dan bantuan kemanusiaan. Mirisnya, mereka yang tak mendaftarkan anaknya justru malah dikenakan dena.

Pengungsi suriah
Penduduk Yazidi Suriah berjalan menuju perbatasan Suriah, di pinggiran Gunung Sinjar (10/8/2014). (Sumber: Middle East Monitor]

“Kami sangat prihatin dengan kondisi anak-anak yang tidak terdaftar, khususnya mereka yang kehilangan rumah dan tinggal di daerah yang terkepung serta sulit dijangkau,” ungkap Jorge Cardona, peneliti PBB, Dalam Middle East Monitor.

Perang saudara yang terjadi di Suriah sejak delapan tahun lalu telah mengakibatkan lebih dari 360.000 jiwa meninggal dunia. Sekitar 5,6 juta warganya mengungsi di lima Negara tetangga, yaitu  Turki, Lebanon, Mesir, dan Yordania.(history/abadi)

Sumber: Middle East Monitor

Mimpi Buruk Ribuan Pasien Kanker Gaza

Mimpi Buruk Ribuan Pasien Kanker Gaza

ABADI, Palestina – Ternyata ada yang tak kalah mengerikan dari serangan bom Israel yang tiba-tiba, yaitu menahan sakit namun tak ada yang mengobati. Hal itulah yang kini dialami oleh sekitar 8.515 pasien kanker di jalur Gaza. Rasa sakit yang dirasa seolah menjadi mimpi buruk  para pasien  yang tak tahu kapan akan berakhir.

Krisis bahan bakar, obat-obatan hingga peralatan medis menjadi penyebab lama yang masih terjadi bahkan kian menjamur.

Hari kanker sedunia yang diperingati pada Senin (4/02) kemarin menguak berbagai data mengerikan dari Pusat Kanker  Dunia tentang kondisi pasien kanker di Gaza. Laporan menjelaskan bahwa 7% dari jumlah penderita kanker atau 607 kasus kanker  diderita oleh anak-anak.  Sedangkan jumlah pasien kanker wanita mencapai 4705, atau sekitar  55.3% dari jumlah pasien keseluruhan.

Baca juga: 1.000 Korban Tembakan Zionis Di Gaza Beresiko Mengalami Infeksi Fatal

Pusat Kanker juga menerangkan bahwa krisis obat-obatan primer menjadi tantangan terbesar dari berbagai krisis yang ada. Diagnosa cepat dan tepat yang diberikan doketer bisa jadi tak berarti tanpa adanya obat, sang wasilah penyelamat.

Blokade Israel terhadap Gaza menjadi penyebab utama krisis ini. Gaza tak memilki fasilitas perawatan yang memadai sedangkan izin perujukan pasien sulit didapati.

Sekitar 38% pasien kanker di Gaza tak bisa meninggalkan Gaza untuk menerima perawatan di luar negeri sementara 5% dari pasien ditahan.

Yang lebih mengerikan, mereka yang kini menderita di Gaza adalah saudara-saudara kita. Saudara yang tengah menanggung amanat penjagaan tanah umat yang seyogyanya merupakan tugas kita semua. (history/abadi)

Sumber: Days of Palestine