Isra Mi’raj, Momen Pelipur Lara Rasulullah Saw. di Tahun Kesedihan

Isra Mi’raj, Momen Pelipur Lara Rasulullah Saw. di Tahun Kesedihan

|”Kehilangan dua orang yang sangat mendukung langkah perjuangan dalam waktu yang berdekatan tentu tidaklah mudah. Di tengah kesedihan yang bertambah-tambah, Allah perjalankan Rasulullah Saw. dalam peristiwa agung Isra dan Mi’raj”

 

infoabadi.orgDatangnya bulan Rajab adalah sebuah  penanda bagi setiap muslim untuk mengencangkan ikat pinggang ibadah bersiap menyambut bulan suci Ramadhan, serta penanda sebuah peristiwa agung, Isra Mi’raj.  Namun di balik peristiwa yang menjadi sebab turunnya perintah sholat itu, ada kesedihan yang sedang dirasakan sang baginda Nabi.

Berikut lembaga donasi Palestina resmi, Amal Bakti Dunia Islam sajikan informasi selengkapnya.

Meninggalnya Sang Paman Pembela Nabi

Dalam mengemban aktivitas dakwahnya, Rasulullah Saw. menemui berbagai macam tantangan yang luar biasa menguji jiwa dan raga, penolakan demi penolakan berdatangan dari kaum Quraisy yang didakwahinya.

Saat situasi tersebut, Abu Thalib sang paman, rela untuk pasang badan melindungi Rasulullah Saw. dari berbagai kejahatan dan  intimidasi yang mengancam. Keberadaan Abu Thalib menjadi salah satu dukungan bagi Sang Nabi untuk terus melanjutkan misi dakwahnya.

Ketika menjelang wafatnya Abu Thalib, Rasulullah Saw. berada disampimgnya dan mengajak Abu Thalib untuk memeluk Islam, seraya berkata “Wahai paman, ucapkanlah laa illaha illallah, yaitu kalimat yang akan menjadi hujjah bagimu di hadapan Allah kelak”

Namun di satu sisi lainnya, hadir juga Abu Jahl yang membujuk agar Abu Thalib tetap pada agama nenek moyangnya. Sampai di akhir hayatnya, Abu Thalib tetap pada pendiriannya, dan enggan melafadzkan kalimat syahadat.  Nabi yang berada di sisi Abu Thalib kemudian berkata “aku akan memohonkan ampun bagimu selama itu tidak terlarang”.

Kejadian tersebut menjadi sebab turunnya Surat At Taubah ayat 113, yang artinya “Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, sekalipun orang-orang musyrik itu kaum kerabat(nya), setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu penghuni neraka jahanam”

(QS: At- Taubah:113)

Kehilangan seorang paman yang mampu menyokong dakwahnya selama ini, telah menyebabkan kesedihan di hati Nabi, karena paman yang selama ini melindunginya dari berbagai tentangan kaum Quraisy telah berpulang.

Kendati Abu Thalib merupakan paman yang dekat dengan Rasulullah Saw., namun Rasulullah Saw. sendiri tidak dapat memberikan hidayah dan memaksa untuk masuk Islam.

Hal ini kemudian dipertegas dengan ayat yang Allah Swt. turunkan, yaitu QS: Qashash ayat 56, yang artinya “Sesungguhnya kamu tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”

Pertolongan dan berbagai macam perlindungan yang telah diberikan Abu Thalib kepada Rasulullah Saw. selama berdakwah tidak dapat menjadikannya terbebas dari siksa api  Neraka sebagaimana sabda Rasulullah Saw. berikut ini.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

هُوَ فِى ضَحْضَاحٍ مِنْ نَارٍ ، وَلَوْلاَ أَنَا لَكَانَ فِى الدَّرَكِ الأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ

Ia berada di tempat yang dangkal (tidak berada di bagian dasar) dari neraka. Seandainya bukan karena aku niscaya ia berada pada tingkatan paling bawah di dalam neraka.” (HR. Bukhari, no. 3883 dan Muslim, no. 209)

Baca Juga: 3 Fakta Menarik Tentang Orang Palestina; Menyenangkan!

 Wafatnya Istri Tercinta

Tidak lama setelah meninggalnya Abu Thalib, istri baginda Nabi Muhammad Saw., Khadijah binti Khuwailid turut berpulang ke haribaan yang Maha Kuasa. Khadijah r.a. meninggal pada usia 65 tahun, 2-3 tahun sebelum Nabi hijrah ke Madinah.

Peristiwa meninggalnya dua orang yang begitu dekat dengan Nabi membuat kesedihan yang begitu lekat. Tahun-tahun ini pun dinamai dengan Aamul Hazn atau tahun kesedihan untuk Nabi Muhammad Saw. karena kehilangan dua orang yang menyokong dakwah beliau dengan sepenuh hati.

Ummul Mukminin Khadijah radhiyallahu anha adalah karunia besar yang hadir dalam kehidupan Rasulullah Saw. Beliau menjadi yang pertama beriman kepada Rasulullah Saw., menjadi penenang Rasulullah Saw. saat risalah kenabian itu datang, menyelimuti baginda Nabi ditengah kegelisahan hebat yang mendera, menjadi penopang penuh dalam dakwah dengan seluruh hartanya hingga habis tak tersisa, menjadi penyokong sosok Nabi saat menyusuri jalan-jalan jihad yang begitu berat. Maka kabar duka kepergiannya menjadi salah satu tahun terberat bagi Rasulullah Saw.

 

Aisyah radhiyallahu’anha pernah menceritakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menceritakan Khadijah pasti menyanjungnya dengan sanjungan yang indah. Aisyah berkata, “Pada suatu hari aku cemburu.” Ia berkata, “Terlalu sering engkau menyebut-nyebutnya, ia seorang wanita yang sudah tua. Padahal Allah telah menggantikannya buatmu dengan wanita yang lebih baik darinya”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menyampaikan, “Allah tidak menggantikannya dengan seorang wanita pun lebih baik darinya. Ia telah beriman kepadaku tatkala orang-orang kafir kepadaku, ia telah membenarkan aku tatkala orang-orang mendustakan aku, ia telah membantuku dengan hartanya tatkala orang-orang menahan hartanya tidak membantuku, dan Allah Swt. telah menganugerahkan darinya anak-anak tatkala Allah Swt. tidak menganugerahkan kepadaku anak-anak dari wanita-wanita yang lain” (HR. Ahmad, 6:117).

 

Simak penjelasan mengenai ‘Jejak Isra’ Mi’raj Rasulullah di Al Aqsa

Tentang Thaif; Penolakan dan Intimidasi Kaum Kafir

 Sepeninggal Abu Thalib, perlakuan tidak menyenangkan kaum kafir Quraisy untuk menjegal dakwah Rasulullah Saw. semakin menjadi-jadi. Tindakan ancaman, intimidasi semakin berani dilakukan, sehingga beliau akhirnya mencoba untuk berdakwah ke daerah Thaif dengan harapan penduduk daerah tersebut akan tergerak hatinya menuju ketauhidan.

Sesampainya di Thaif, penerimaan terhadap syi’ar dakwah yang dibawa Rasulullah Saw. mengalami penolakan keras dari penduduk. Alih-alih tergerak hati untuk mengesakan Allah Swt., penduduknya malah menimpakan siksaan fisik melebihi yang di dapatkan dari kaum Quraisy.

Simak juga penjelasan mengenai Khutbah Jum’at Isra Mi’raj

Isra dan Mi’raj Sebagai Pelipur Lara Rasulullah Saw.

Titian jalan dakwah yang berliku dan begitu banyak tantangan serta kesedihan yang dialami oleh Rasulullah Saw., tidak serta merta menjadikan beliau berhenti untuk menjalankan kewajibannya menyampaikan risalah Islam dan mengajak beriman kepada Allah Swt.

Di tengah kesedihan yang dirasakan oleh Rasulullah Saw., Allah Swt. kemudian memperjalankan Rasul dalam Isra dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa dan Mi’raj naik ke langit ke 7 dalam satu malam. Dalam peristiwa agung ini Rasul bertemu sekaligus menjadi imam bagi seluruh Nabi-nabi dan Rasul yang pernah diutus oleh Allah Swt., melaksanakan sholat berjama’ah bersama, sehingga Nabi Muhammad Saw. mendapatkan gelar imamul anbiya wal mursalin, imamnya para Nabi dan Rasul. (itari/infoabadi)

Sumber: Slide Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *